JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku punya penilaian sendiri soal adanya anggapan bahwa petahana yang mau maju lagi dalam pilkada rawan melakukan kampanye terselubung.
Menurut Ahok, jika situasi itu menjadi kekhawatiran, seharusnya suatu jabatan politik hanya dibatasi satu periode. Namun, masa jabatannya diperpanjang hingga menjadi delapan tahun.
"Kayak di luar negeri, masa jabatan petahana cuma satu periode, tinggal dibikin apa mau enam tahun, tujuh tahun, atau delapan tahun," kata Ahok di Balai Kota, Jumat (5/8/2016).
Saat ini, masa jabatan politik di Indonesia, baik presiden, gubernur, wali kota, maupun bupati berlaku lima tahun. Pejabatnya diperkenankan menjabat hingga dua periode.
Ahok mencontohkan Filipina dan Korea Selatan yang disebutnya sudah menerapkan sistem tersebut.
"Filipina presidennya cuma satu periode. Betul kan? Korsel juga," ujar Ahok.
Meski bisa mencegah seorang petahana melakukan kampanye terselubung, Ahok menyatakan, sistem tersebut tetap memiliki kelemahan, yakni ketika calon yang terpilih dalam perjalanannya tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
"Kalau kamu dapat yang malas, yang korup, mati juga tunggu delapan tahun. Makanya itu tergantung negara," ujar dia.
Saat ini, Ahok tengah berupaya mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar mengubah aturan yang mengharuskan seorang petahana cuti selama masa kampanye pilkada. Ia menilai, seorang petahana seharusnya memiliki pilihan, yaitu mengambil cuti kampanye ataupun tetap beraktivitas normal dengan konsekuensi tidak boleh berkampanye.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.