Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Pastikan Terus Usut Kasus Pengutipan Ayat Suci oleh Ahok

Kompas.com - 01/11/2016, 15:16 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam dialog publik Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) bertema "Apakah Penistaan Agama?", Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan, pihaknya terus mengusut kasus yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait pengutipan ayat dari kitab suci.

Boy menegaskan, tidak ada intervensi dari pihak mana pun.

"Proses berjalan terus, tidak ada memperlambat, atau mempercepat sehingga tidak akurat. Akurasi penting dalam pengambilan keterangan alat bukti," ujar Boy di Hotel Ambhara, Selasa (1/11/2016).

Boy menekankan, masyarakat harus menunggu penyelidikan dari Polri terkait kasus itu. Ia pun menilai polisi tidak ingin melanggar hukum dengan terburu-buru menangani kasus itu.

"Memang, mau tidak mau, suka tidak suka, ada waktu, itu konskuensi negara hukum. Kami tidak ingin melanggar hukum. Kami taat asas karena ini berkaitan dengan nasib orang," kata Boy.

Hingga hari ini, Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan 15 saksi dan lima ahli untuk dimintai keterangannya. Kelima saksi yang akan diminta keterangannya, antara lain ahli bahasa, agama, dan hukum pidana.

Polisi terus mendalami kasus ini setelah 11 laporan masuk ke berbagai instansi Polri, mulai dari Polda Metro Jaya, Polda Sulawesi Tenggara, Polda Sumatera Selatan, serta Mabes Polri.

Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan, kasus ini tetap dianggap sebagai penistaan agama. Ia menilai polisi lamban mengusut kasus ini.

"Sampai ini saya melihat bahwa proses yang dilakukan oleh kepolisian sepertinya belum begitu memuaskan karena sudah hampir tiga minggu lebih dari kita melaporkan dan laporan tadi sudah disampaikan lebih dari 10 (saksi), tetapi prosesnya kami lihat masih kategorinya lamban," kata Munarman.

Sementara itu, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyatakan, kasus ini sebenarnya sederhana, tetapi memilikii dampak sosial politik yang berat. Ia mendorong polisi untuk transparan dalam mengusut kasus ini.

"Gelar perkara dibuka saja sebagai bagian dari transparansi sehingga muara hukum berupa penetapan status hukum apakah akan ada penetapan sebagai tersangka dan apakah terbukti atau tidak dalam kasus Pasal 156 atau 156 A," kata Suparman.

Adapun Kompolnas menyayangkan adanya hoax yang menyebut ada peraturan Kapolri yang akan menunda pengusutan kasus ini.

Komisioner Kompolnas Andrea H Poeloengan sendiri menilai polisi sudah berada di jalan yang tepat dalam pengusutan kasus. Ia berharap proses hukum akan berjalan damai dan tidak memecah belah bangsa.

"Kami tidak pernah melihat kesalahan dalam penanganan kasus yang sedang hit ini. Sampai detik ini, Polri sudah bekerja on the track," ujarnya.

Kompas TV Ahok Meminta Maaf kepada Umat Muslim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com