Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putri Duyung Menyokong Keluarga

Kompas.com - 15/12/2016, 16:46 WIB

Ismi (16) duduk di atas kursi plastik merah di depan kedai kopi Bangi Kopitiam, Kota Tua, Jakarta Barat, akhir November. Ia mengenakan kostum "putri duyung" lengkap dengan rambut palsu berwarna ungu dan mahkota bunga. Kakinya yang terbungkus kostum sirip diselonjorkan di bangku.

Di depan lapak tempatnya duduk, ada banyak aksesori seperti boneka, karangan bunga plastik, dan topi. Aksesori ini bisa dipinjam oleh mereka yang ingin berpose dengannya.

Lima perempuan muda mengerubungi Ismi. Mereka mengajak putri duyung itu berfoto. Sebuah telepon seluler dipasang di tongsis alias tongkat narsis. Memakai topi lebar yang disediakan, mereka tersenyum. Setelah beberapa kali jepretan, pengunjung itu pergi sambil meletakkan beberapa lembar uang kertas di keranjang plastik. Lembaran rupiah terus mengalir bersama orang-orang yang datang mengajak Ismi berfoto. Ia tak mematok tarif, pengunjung membayar seikhlasnya.

Itulah aktivitas akhir pekan Ismi untuk menambah penghasilan sejak dua bulan terakhir. Sehari-hari, warga Pasar Ikan itu bekerja di pabrik mainan di Roa Malaka, Jakarta Barat. Di pabrik, ia diupah Rp 40.000 per hari setelah bekerja selama delapan jam. Penghasilannya itu kerap tidak cukup untuk biaya transportasi dan membantu hidupnya bersama orangtua dan tiga saudara.

Pada suatu hari, temannya yang lebih dulu menjadi seniman jalanan di Kota Tua mengajaknya bergabung. Setiap akhir pekan, ia menjadi putri duyung. Setelah berdandan cantik dan memakai kostum, ia mencari tempat kosong untuk nongkrong. Normalnya, ia melayani foto dengan pengunjung Kota Tua pukul 09.00-18.00. Selama sembilan jam itu, ia mendapat Rp 250.000-Rp 300.000.

"Nanti uangnya dibagi sama bos yang punya kostum. Dapatnya enggak menentu, bisa Rp 100.000-Rp 200.000, tergantung ramai atau tidak," ujar Ismi.

Saat tampil di lorong-lorong jalan di sekitar Kota Tua, Ismi ditemani seorang asisten, Ivan (25). Ivan menghitung uang, membelikan makanan dan minuman selama dia tampil, serta membantu Ismi merapikan lapak sebelum dan setelah tampil. "Saya bantu-bantu dia saja di sini, lumayan dapat gocap (Rp 50.000) sehari," ujarnya.

Karakter unik

Tak jauh dari tempat Ismi tampil, banyak seniman jalanan lain. Hadiyanto (34) mengenakan kostum Aladin warna emas dan tampil seolah-olah duduk di udara. Di depan tangannya terdapat sebuah tongkat besi yang digunakan sebagai pegangan. Saat berfoto bersama pengunjung, pedang dan kacamata hitam melengkapi penampilannya.

Hadiyanto sudah dua tahun tampil di Kota Tua. Awalnya, dia bekerja sebagai kuli bangunan. Lama-kelamaan, dia lelah sementara hasil kerja tidak seberapa. Padahal, dia harus menghidupi dua anak yang duduk di bangku SMP dan TK. Belajar dari teman, ia lalu memberanikan diri tampil sebagai manusia terbang.

"Kerja sebagai seniman jalanan tidak ada ikatan. Kita bisa mengatur waktu sendiri," kata Hadiyanto yang tergabung dalam komunitas Kotu (Kota Tua) Art. Setiap hari, anggota komunitas itu menyetor uang kas Rp 10.000. Uang itu digunakan untuk membeli perlengkapan seperti bedak warna emas.

Sahmal (40) mengatakan, dirinya bersama sejumlah rekan seperti Idris, Mudi, dan Rijal awalnya membentuk komunitas manusia batu Taman Fatahillah. Selain tampil di Kota Tua, manusia batu juga pernah diundang berperan di salah satu acara televisi selama satu bulan.

Ketua Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Norviadi S Husodo mengatakan, semua orang bisa masuk dan tampil di Kota Tua asalkan memiliki keunikan dan merepresentasikan sejarah Jakarta. Seniman yang tidak memiliki ciri khas seperti pocong, kuntilanak, dan boneka yang mengeksploitasi pekerja anak dilarang tampil di plaza Museum Sejarah Jakarta.

(Dian Dewi Purnamasari)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Desember 2016, di halaman 27 dengan judul "Putri Duyung Menyokong Keluarga".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com