JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta Sandiaga Uno menjelaskan ucapannya beberapa hari lalu yang mempertanyakan kenapa Indonesia dengan sumber daya alam melimpah masih harus mengimpor garam.
Menurut dia, selain soal sumber daya alam, garam maupun bahan pangan lainnya bisa mudah dihadirkan melalui perkembangan teknologi terkini.
"Masa tidak ada teknologi yang bisa mendorong agar kita bisa lebih memiliki kemandirian dalam suplai pasokan garam maupun bahan-bahan pangan yang lain," kata Sandi usai menghadiri pameran teknologi dan inovasi Habibie Festival di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2017).
Sandi mencontohkan, di Nusa Tenggara Timur, ada sekelompok anak muda yang berinovasi mendesain teknologi untuk menyuburkan lahan dalam kondisi kering.
Baca: Sandiaga: Bu Susi Menyindir Kawan-kawan Saya
Lahan yang kering itu bisa disuburkan melalui rekayasa akar rumput yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tanaman dapat tumbuh di tempat yang tandus sekalipun.
Menurut Sandi, teknologi yang sama bukan tidak mungkin bisa dibuat untuk menyediakan garam. Meski begitu, Sandi belum menyebutkan teknologi yang dia maksud untuk garam sudah ada dan telah diterapkan di tengah masyarakat.
Pernyataan Sandi sebelumnya soal impor garam mendapat perhatian dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Susi memandang, seharusnya Sandi mempertanyakan hal tersebut pada teman-temannya sesama pengusaha, mengapa Indonesia yang sumber daya alamnya berlimpah masih harus impor garam.
Menurut Susi, dirinya baru 2,5 tahun menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan dan mengetahui fakta di lapangan bahwa harga garam di kalangan petani sangat rendah, yakni Rp 400 per kilogram.
Baca: Sandiaga: Indonesia Lautnya Luas tapi Impor Garam, Salahnya di Mana?
Rendahnya harga garam petani disebabkan banyak masuknya garam impor murah saat petani garam sedang panen.
Akibatnya, harga jual garam di tingkat petani menjadi sangat rendah. Sejak 2015 lalu, Susi sempat mengungkapkan ada tujuh perusahaan yang bukan produsen-importir tapi mengimpor garam industri.
Hal ini membuat garam impor industri merembes ke pasar dan memukul harga garam produksi petani. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli bahkan pernah menyebut tujuh pengusaha itu sebagai begal garam.
Mereka diduga melakukan praktik kartel garam dengan menetapkan kuota impor garam yang dampaknya bisa membahayakan industri dan petani garam nasional.