Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Layang-layang di Soekarno-Hatta, Simbol Protes hingga Modus Tipuan

Kompas.com - 04/09/2017, 21:05 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Permainan layang-layang di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di permukiman sekitar Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang,  ternyata bukan sekadar untuk menyalurkan hobi belaka.

"Banyak yang menerbangkan layang-layang saat warga protes terhadap penggusuran lahan mereka dalam rangka pembangunan runway ketiga bandara," kata Aviation Security, Rescue, and Fire Fighting Senior Manager Bandara Soekarno-Hatta, Tommy Hadi Bawono, saat berbincang dengan Kompas.com pada Senin (4/9/2017).

Jauh sebelum ada wacana penggusuran, warga sudah diberi sosialisasi mengenai imbauan tidak memainkan layang-layang karena berpotensi membahayakan penerbangan. Ketika ada polemik penggusuran yang sampai hari ini belum menemui kata sepakat, warga, kata Tommy, sempat menerbangkan layang-layang cukup banyak

Hal itu kemudian dianggap sebagai bentuk protes terhadap PT Angkasa Pura II.

Selain sebagai simbol protes, ada sekelompok orang yang memanfaatkan situasi dengan sengaja menerbangkan layang-layang.

Selain memberi sosialisasi, AP II sering menyalurkan bantuan kepada warga di sekitar area bandara sembari memberi pemahaman tentang bahaya memainkan layang-layang.

Baca juga: Pilot Komplain Warga Main Layang-layang di Sekitar Soekarno-Hatta

"Berapa kali ada layang-layang, pas dicek, enggak ada orangnya. Tali layang-layang diikat di pohon begitu saja, kelihatannya supaya warga tetap dikasih bantuan dan sosialisasi terus," kata Tommy.

Saat ini warga sudah mulai memahami pentingnya tidak memainkan layang-layang. Hal itu, menurut Tommy, terlihat dari semakin sedikitnya pemain layang-layang di desa dan kelurahan yang terletak di pinggir bandara, terutama di sebelah utara atau yang berbatasan dengan Jalan Perimeter Utara.

Secara terpisah, Sekretaris Desa Rawa Rengas, Muklis Muslim, mengungkapkan warganya yang bermain layang-layang sudah semakin berkurang. Dari total 13.000 jiwa yang bertempat di Desa Rawa Rengas, Kabupaten Tangerang, tersisa beberapa saja yang masih menerbangkan layang-layang.

"Warga yang masih main layang-layang tinggal satu persen dari 13.000 orang di desa ini," ujar Muklis.

Ketua RT 01 RW 03 Desa Rawa Rengas, Meli, memastikan tidak ada warganya yang bermain layang-layang lagi. Jika ada yang memulai permainan itu, orang itu akan didatangi dan diimbau untuk tidak melakukan hal tersebut.

"Saya sudah dari lama kasih saran supaya jangan main layang-layang lagi. Ini inisiatif saya sendiri, sebelum ada imbauan dari perangkat desa setempat," ucap Meli.

Kini, ada tim gabungan yang terdiri dari tokoh masyarakat, polisi, TNI, hingga pihak AP II yang aktif menyosialisasikan bahaya menerbangkan layang-layang di sekitar area Bandara Soekarno-Hatta.

Pada Senin sore hingga petang, tidak ada yang bermain layang-layang. Menurut sejumlah warga, biasanya pemain layang-layang bermunculan sekitar pukul 15.00 hingga sore. Namun,  belakangan ini, layang-layang mulai jarang ditemukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com