JAKARTA, KOMPAS.com - Mahesh, pemilik lahan di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, yang terkena dampak pembangunan proyek mass rapid transit (MRT), menyatakan sudah sejak lama merelakan lahannya diekseskusi untuk proyek MRT.
Bahkan jauh sebelum ditemui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Mahesh mengaku pernah ke Balai Kota DKI Jakarta beberapa bulan lalu untuk menyampaikan hal tersebut.
Setelah Pengadilan memutuskan Pemprov DKI harus membayar ganti rugi lahan senilai Rp 60 juta per meter, Mahesh menyatakan dirinya dan sejumlah warga lainnya datang ke Balai Kota untuk meminta lahannya segera dieksekusi dengan ganti rugi sesuai putusan pengadilan.
"Kami sudah pernah ke Balai Kota untuk bertemu gubernur sebelumnya. Tapi kami tidak diterima," ujar Mahesh saat ditemui di sekitar rumahnya, Sabtu (21/10/2017).
(baca: Tak Sampai Sejam, Anies Bersepakat dengan Pemilik Lahan Haji Nawi)
Setelah ada putusan pengadilan beberapa bulan lalu yang menyatakan harga ganti rugi harus Rp 60 juta per meter, Pemprov DKI mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pemprov DKI bersikukuh harga yang diputuskan di pengadilan tingkat pertama terlampau mahal. Pemprov DKI menganggap harga yang pantas adalah sebesar Rp 33 juta per meter.
Atas dasar itu, Mahesh menolak jika warga disalahkan sebagai satu-satunya pihak yang menghambat proyek MRT.
"Ketika surat putusan pengadilan terbit, kami sudah ikhlasin ambil aja. Tapi kan Pemprov mengajukan kasasi. Jadi yang membuat proyek ini gantung 100 persen tidak hanya kami," ujar Mahesh.
Pada Jumat (20/10/2017), Anies menemui Mahesh untuk membicarakan eksekusi lahan dan proses ganti ruginya. Kepada Anies, Mahesh mengatakan bersedia lahannya untuk proyek MRT dengan ganti rugi sesuai appraisal.