Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengetahui Asal Usul Lagu dan Tarian Poco-poco

Kompas.com - 10/08/2018, 22:04 WIB
Ardito Ramadhan,
Kurnia Sari Aziza

Tim Redaksi

JAKARTA,  KOMPAS.com - Upaya pemecahan rekor dunia tarian poco-poco terbanyak telah dilakukan di area car free day Sudirman-Thamrin pada Minggu (5/8/2018).

Namun, tahukah Anda cerita di balik lagu dan tarian poco-poco yang khas itu?

Jumat (10/8/2018), Kompas.com menemui Ferry Sapulette, adik kandung Arie Sapulette, pencipta lagu poco-poco.

Baca juga: Meroket Bersama Poco-poco, Begini Kehidupan Arie Sapulette Saat Ini

Pada 1993, Ferry yang tergabung dalam Nanaku Group bersama Arie juga memainkan dan merekam lagu poco-poco.

Kepada Kompas.com, Ferry bercerita tentang makna di balik lirik lagu poco-poco. Ia mengatakan, poco-poco merupakan menggemaskan dalam bahasa Ternate.

"Istilah poco-poco itu, kan, istilah untuk bayi yang lucu, montok, yang menggemaskan. Tapi Arie balikkan itu seakan-akan ke gadis cantik yang poco-poco, yang menggemaskan," kata Ferry.

Baca juga: Ironi Nasib Arie Sapulette, Pencipta Lagu Poco-poco

Ferry menambahkan, lagu poco-poco menggunakan bahasa Ternate, bukan bahasa Manado seperti yang diketahui banyak orang.

Ia menuturkan, hal itu dikarenakan adanya kesamaan antara bahasa Ternate dan Manado dalam beberapa kata.

Selain itu, ia juga bercerita soal asal-usul gerakan tarian poco-poco yang sangat populer. Ia mengatakan, gerakan itu terinspirasi dari gerakan senam para tentara.

Baca juga: Ribuan Orang Senam Poco-Poco Pecahkan Rekor MURI di Kota Semarang

Ferry dan Arie memang besar di lingkungan tentara karena ayahnya merupakan seorang tentara angkatan darat yang bertugas di Ternate saat itu.

Foto keluarga Sapulette. Foto Arie Sapulette ditempatkan di bagian tengah. Foto diambil di tempat kediaman keluarga Arie Sapulette di Jakarta Utara, Jumat (10/8/2018).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Foto keluarga Sapulette. Foto Arie Sapulette ditempatkan di bagian tengah. Foto diambil di tempat kediaman keluarga Arie Sapulette di Jakarta Utara, Jumat (10/8/2018).
"Kalau mereka senam itu pakai baju kaus, celana sama senjata dipegang itu gerakannya, kiri dua, kanan dua, terus mundur kemudian putar. Makanya tangannya seolah memegang sesuatu itu karena pegang senapan," kata Ferry.

Seiring popularitas lagu Poco-poco yang meroket, gerakan tarian poco-poco menular ke mana-mana.

Tarian itu pun mulai dikombinasikan dengan tari-tari tradisional.

Baca juga: Menko PMK Ikut Tari Poco Poco Memecahkan Rekor Dunia

Di Papua misalnya, tarian poco-poco dikombinasikan dengan gerakan memanah khas Papua. Begitu pula dengan tarian Jaipong yang diselipkan dengan tarian poco-poco di Jawa Barat.

Poco-poco juga tak jarang dijadikan gerakan dalam tarian-tarian modern seperti senam aerobik.

"Poco-poco sudah berkembang pesat masuk ke dalam tarian-tarian modern muncul kreasi baru lagi. Jadi dia berkembang terus, tetapi tidak meninggalkan gerakan dasar," ujarnya.

Baca juga: Upaya Indonesia Pecahkan Rekor Dunia Tari Poco-poco....

Ferry pun mengaku bangga ketika 65.000 orang menari poco-poco pada Minggu lalu untuk memecahkan rekor dunia.

"Kami terharu kemarin melihat 65.000 orang pecah rekor saya bangga juga," kata Ferry menutup perbincangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Megapolitan
Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Megapolitan
Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Megapolitan
Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Megapolitan
DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Megapolitan
Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Megapolitan
Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com