Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah ERP di Singapura, Urai Kemacetan tetapi Gagal Tekan Populasi Mobil

Kompas.com - 25/11/2019, 21:39 WIB
Cynthia Lova,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) berencana menerapkan jalanan berbayar atau ERP (Electronic Road Pricing) di kawasan Jakarta dan perbatasan Jakarta. Misalnya, kawasan Jalan Margonda, Jalan Raya Kalimalang, dan Jalan Daan Mogot, Tangerang.

Kebijakan ini rencananya terealisasi tahun 2020.

Wacana kebijakan ini bukanlah yang pertama kalinya. Pada tahun 2015 lalu, jalan berbayar sempat diuji cobakan .

Namun, hingga kini kebijakan itu masih dalam wacana. Pihak pemerintah pusat maupun daerah terus menggodok regulasi terkait penerapan jalan berbayar itu.

Di tengah pemerintah menggodok aturan ERP ini, ada beberapa negara lain yang sudah lebih dahulu menerapkan ERP.

Misalnya saja, Singapura.

Melansir dari situs Development Asia, Singapura adalah negara pertama yang memberlakukan sistem ERP untuk mengatasi kemacetan di negaranya. ERP di Singapura mulai diterapkan pada tahun 1998.

ERP di Singapura ini digadang-gadang untuk mengantikan skema cordon pricing yang kala itu sudah ditebitkan lebih dulu sejak 1975.

ERP ini diterapkan guna membantu meringankan kemacetan lalu lintas, mengurangi waktu perjalanan, mengurangi penggunaan polusi kendaraan pribadi, dan mempromosikan transportasi umum di Singapura.

ERP ini diterapkan di kawasan pusat bisnis Singapura selama jam sibuk.

Baca juga: Kadishub DKI: Semua Ruas Jalan Protokol di Jakarta Layak Diterapkan ERP

Oleh karena itu, biaya yang dikenakan lebih tinggi saat jam-jam sibuk. Sementara, saat jam-jam tidak sibuk biaya lebih murah.

Melansir laman U.S Department of Transportation, peraturan ERP di Singapura menurunkan kemacetan di pusat kota Singapura sebanyak 24 persen. Sementara, rata-rata kecepatan kendaraan berkisar antara 30-35 KPH hingga 40-45 KPH.

Selain itu, pengguna transportasi publik di Singapura sejak adanya penerapan jalanan berbayar ini semakin meningkat. Penggunaan bus dan kereta meningkat sebanyak 15 persen.

Adanya ERP ini juga menyebabkan kepadatan lalu lintas di Singapura menurun. Sehingga, karbon dioksida dan emisi gas rumah kaca ikut menurun sebanyak 10 hingga 15 persen.

Ilustrasi macet.Autoevolution Ilustrasi macet.

Baca juga: BPTJ Pastikan Jalan Berbayar Mulai Diterapkan pada 2020 di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang

Meski karbon dioksida menurun dan kemacetan lalu lintas berkurang, melansir laman Development Asia, kebijakan ERP ini nyatanya tak membuat populasi kendaraan mobil menurun. Malahan, populasi mobil di Singapura terus bertambah.

Di negara paling padat penduduk ini mengendarai mobil masih dianggap sebagai simbol status. Jumlah mobil di negara ini juga terus meningkat walaupun pemerintahnya telah menaikkan harga mobil itu.

Jumlah mobil itu pun tidak seimbang dengan luas jalan. Sebab Singapura memiliki luasnya tanah yang terbatas, Singapura tidak mampu membangun terlalu banyak jalan untuk memenuhi kebutuhan populasi mobilnya yang terus bertambah. 

Saat ini, pembangunan jalan sudah mencapai 12 persen dari total luas lahan, dibandingkan dengan 14 persen untuk perumahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com