JAKARTA, KOMPAS.com - Koleksi barang bekas dari harga Rp 20.000 hingga jutaan rupiah ada di lorong-lorong Pasar Santa, Jakarta Selatan.
Dari merek Uniqlo hingga Vetements bisa dibungkus dan dibawa pulang.
Bukan sembarang barang, Pasar Santa menawarkan koleksi barang seken hingga koleksi pribadi (kolpri) untuk dibawa pulang.
“Pengalaman gue dari jual sampai beli, harga itu semua bisa didiskusikan. Selow lah, sans (santai),” ujar Aca, salah satu pedagang barang seken, saat ditemui di Pasar Santa beberapa waktu lalu.
Pasar Santa kini memang dikenal sebagai tempat berbelanja barang bekas. Di Jakarta, Pasar Santa terbilang punya keunikan dibandingkan dengan pasar barang bekas lainnya.
“Yang membedakan Pasar Santa itu, bahasa inggrisnya curated stuff. Pasar Santa itu barangnya selected, sudah dipilihin. Enggak perlu aduk-aduk ke bawah. Banyak juga kolpri. Barangnya jadi juga beda,” kata Aca.
Baca juga: Blok M Mall Telah Mati, Dulu Tongkrongan Anak Muda, Kini seperti Kuburan
Di Pasar Santa, ada banyak jenis baju, jaket, beragam jenis sepatu, kaus, dan barang-barang lain.
Aneka merek bisa ditemukan di Pasar Santa. Setiap lorong di Pasar Santa seakan siap memberikan kejutan.
“Baju-baju yang enggak lo sangka ada, itu ada. Brand yang benar-benar branded ada,” ujar Aca.
Soal merek, sebut saja Uniqlo, Nike, The North Face, Columbia, Sukajan, kaus-kaus rilisan band, Patagonia, Crocodile, Off White, Lacoste, Tommy Hilfiger, Napapijri, Stussy, hingga Vetements.
Asal jeli dan sabar, barang bisa di tangan.
Audi Sitepu, Pemilik Kios Ujab Nayamul di Pasar Santa, mengatakan, ada jaket yang dijual seharga Rp 8 juta. Jaket tersebut merupakan keluaran Vetements bertuliskan “Polizei”.
“Kalau ngomongin brand, ya yang gitu-gitu ya yang mahal. Tapi kalau ngomongin kaus vintage, ada di sini yang pernah jual The Cure sampai Rp 8 juta,” ujar Audi saat ditemui di Pasar Santa.
Baca juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Kedai Kopi di Pasar Santa Untung Puluhan Juta Rupiah
Di Ujab Nayamul, barang-barang berasal dari rekannya di Kalimantan, Medan, Jawa Timur, dan Bali. Rekan-rekannya juga membuka usaha jual barang bekas di sana.
“Untuk beli bal (karungan) sendiri sih toko kami enggak pernah ya karena sangat berisiko. Di dalam bal itu belum tentu barangnya bagus semua,” kata Audi.