JAKARTA, KOMPAS.com - Drama harga bahan pokok kembali mengancam keramaian masak-memasak di dapur. Akhir-akhir ini, harga komoditas telur ayam bergerak semakin meninggi dan mengkhawatirkan.
Pedagang bahan pokok di Pasar Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, mengungkapkan bahwa harga telur ayam negeri mencapai Rp 32.000 per kilogram pada Rabu (24/8/2022),
"Harga telur ayam negeri naik, sekarang Rp 32.000 sekilo. Harganya memang naik akhir-akhir ini," kata Andri (42), pedagang telur di Pasar Slipi, Rabu.
Baca juga: Pedagang Pasar Slipi: Pembeli Kaget Harga Telur Ayam Kini Rp 32.000 Per Kg
Andri mengungkapkan, kenaikan harga telur terlihat sejak pekan lalu. Kata dia, pekan lalu harga telur ayam negeri Rp 30.000 per kilogram.
"Momen naik ke Rp 32.000 itu baru dua hari ini. Beberapa hari kemarin masih 31.000. Pokoknya, satu pekan kemarin itu naik dari Rp 30.000, ke Rp 31.000, terus sekarang Rp 32.000," ungkap dia.
Selain telur ayam negeri, harga telur puyuh juga mengalami kenaikan. Sementara itu, harga telur ayam kampung dan telur bebek masih normal.
"(Telur) puyuh naik dari Rp 35.000 sekilo jadi Rp 38.000 sekilo. Kalau telur lainnya standar, telur ayam kampung masih Rp 2.500 per butir dan telur bebek Rp 3.000 per butir," jelas Andri.
Baca juga: Harga Telur Ayam di Jakarta Naik, Wagub: Kami Cari Solusi Terbaik
Menengok ke belakang, menurut Andri, harga telur fluktuatif sejak momen Idul Fitri 2022. Bahkan, pada Juni 2022, harga telur mencapai Rp 34.000 per kilogram.
"Ayam negeri sebelumnya naik turun harganya. Waktu Lebaran kemarin Rp 27.000, tapi sebulan kemudian, sekitar Juni, harga naik bisa sampai Rp 34.000. Terus turun lagi ke Rp 28.000. Nah, sekarang naik lagi," ungkap Andri.
Andri mengaku, para pelanggannya kaget ketika mengetahui lonjakan harga yang selisihnya mencapai Rp 2.000 dari pekan lalu.
"Pembeli saya pada kaget, kok jadi Rp 32.000. Ada yang beli minggu lalu, terus datang sekarang, dia kaget kok harganya beda sampai Rp 2.000. Saya bilang, 'cek aja toko lain kalau enggak percaya'," kata Andri.
Kenaikan harga ini, ujar dia, berdampak pada sedikitnya pembelian telur oleh konsumen. Padahal, menurut dia, para pedagang seperti dirinya mengambil keuntungan dalam nominal yang sama.
Baca juga: Harga Telur Capai Rp 32.000, Mendag: Mudah-mudahan Sebulan Lagi Turun
"Pembeliannya jadi sedikit. Padahal mau tinggi atau rendah harganya, keuntungan kami tetap sama, tapi kalau harga tinggi, modal kami lebih besar dan pembeli pada enggak sanggup," tutur Andri.
"Dari agen itu variatif sekitar Rp 29.000 atau Rp 29.400, pedagang ambil untung palingan Rp 2.000 sampai Rp 3.000. Kalau harga naik lagi, ngambil untungnya segitu juga," kata Andri.
Jangankah mengambil untung lebih, di saat harga telur tinggi, sesekali pedagang harus nekat mengurangi keuntungan agar pelanggan tetap berbelanja.