JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli gizi di Puskesmas Sunter Jaya II Hillga Tiara Dewi menjelaskan mengenai tengkes atau stunting yang mengintai balita hingga usia 2 tahun.
Tujuannya untuk membuka mata setiap ibu agar tidak menyepelekan layanan kesehatan yang diberikan posyandu.
Hillga mengungkapkan, stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi pada anak dalam jangka waktu yang panjang.
"Stunting itu kegagalan perkembangan. Jadi, mohon maaf ya, kalau kasarnya, anak menjadi lemot. Tapi memang lebih karena dia itu kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama," ungkap Hillga saat ditemui Kompas.com di Puskesmas Sunter Jaya II, Jakarta Utara, Senin (3/4/2023).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, stunting pada anak disebabkan kurangnya gizi pada masa pertumbuhan.
Namun, Kepala Puskesmas Sunter Jaya II, Artika T, juga tidak menampik bahwa penyebab lain terjadinya stunting adalah kondisi ekonomi keluarga yang tidak mumpuni untuk memenuhi gizi balita.
"Iya benar, sebagian besar karena memang kondisi ekonomi," kata Artika dalam kesempatan yang sama, Senin.
Baca juga: Tak Harus Mahal, Begini Cara Cegah Stunting pada Anak Secara Ekonoms
Meski begitu, Artika menegaskan, yang perlu diperhatikan adalah pola perilaku dan pemikiran orangtua terhadap buah hati.
"Karena, sesungguhnya makanan yang bergizi itu tidak perlu mahal. Jadi, tergantung dari ibunya, bagaimana mengolahnya sehingga anak-anak ini bisa mendapatkan pola makan dan gizi yang cukup," imbuh Artika.
Hillga menjelaskan, stunting pada balita merupakan permasalahan gizi yang tidak kasatmata.
Dengan begitu, Hillga memastikan bahwa bayi yang lahir prematur, tidak melulu berakhir stunting.
"Untuk gejalanya itu tidak seperti... kalau penyakit itu kan kelihatan, misal kayak batuk, demam. Tapi, kalau stunting itu lebih ke pertumbuhannya," kata Hillga.
Baca juga: Cegah Stunting pada Anak, Ahli Gizi: Pastikan Pola Makan Anak Terjadwal
Untuk melihat pertumbuhan anak, Hillga mengimbau orangtua tak malas membawa buah hatinya ke posyandu. Di posyandu, anak akan ditimbang berat dan diukur tinggi badannya.
“Kalau balita tersebut setiap bulannya tidak ada kenaikan berat badan atau weight faltering, tidak ada kenaikan berat badan sesuai standar, itu akan berisiko ke arah stunting,” ungkap Hillga.
Karena itu, Hillga meminta setiap ibu tidak menyepelekan layanan kesehatan yang diberikan di posyandu.
Meski menimbang berat dan mengukur tinggi anak terlihat sepele, nyatanya hal tersebut menjadi salah satu faktor penting untuk melihat gejala stunting pada balita.
"Dari sana (posyandu), kami bisa melihat, balita-balita mana saja yang dicurigai akan jatuh ke stunting dengan melihat pertumbuhan," kata Hillga.
Baca juga: Putrinya Dikategorikan Stunting, Mimi: Anak Saya Aktif, Enggak Kenapa-kenapa...
Hillga tidak menampik, masih banyak warga Indonesia yang kurang paham atau meremehkan layanan kesehatan di posyandu.
Padahal, lagi-lagi Hillga menegaskan, salah satu cara untuk mengetahui balita itu stunting atau tidak adalah dari penimbangan berat dan pengukuran tinggi anak di posyandu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.