JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan retail multinasional disebut menuduh karyawannya melakukan gratifikasi atau pungutan liar (pungli) terhadap pihak supplier.
Hal ini membuat 23 karyawannya dipaksa berhenti bekerja tanpa pesangon pada November 2022, bukannya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Angga (31), salah satu karyawan di sana mengaku, ia dan rekan-rekannya disebut melakukan gratifikasi saat berada di departemen admin atau penerimaan barang dari pihak supplier.
Baca juga: Perusahaan Retail Disebut Paksa 23 Karyawan Berhenti Kerja Tanpa Pesangon
Menurut perusahaan, gratifikasi itu mereka lakukan sekitar tahun 2011.
Gratifikasi atau pungli yang dimaksud yakni menerima uang dari sopir pengantar barang supplier.
Padahal, kata Angga, ia dan rekannya tidak pernah meminta uang dari para sopir tersebut.
Uang atau tips tersebut diberikan sopir secara sukarela, dengan nominal Rp 2.000 hingga Rp 5.000.
Mereka juga tidak tahu tindakan tersebut dikatakan sebagai pungli karena merasa tidak pernah meminta uang kepada sopir.
Baca juga: Debu dan Gumpalan Tanah Cemari Jalan Hasyim Ashari, Wali Kota Tangerang: Setiap Malam Dibersihkan
"Biasa sopir-sopir bongkar muat suka kasih tips ke yang cek barang. Karena (memberi tips) itu udah berjalan lama, kok ini biasa aja. Enggak ada teguran dari atasan atau apa-apa, jadi seperti budaya. Kami pun nggak meminta dari mereka (sopir), mungkin sudah terbiasa dari gudang lain jadinya begitu," ujar Angga saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/6/2023).
Senada, pekerja lain bernama Iwan (36) juga tidak mengira itu disebut pungli oleh perusahaan.
"Jadi setiap selesai bongkar mereka kasih tanda terima kasih, Rp 1.000, Rp 2.000 untuk beli es. Itu dipermasalahkan, katanya kami dianggap melakukan pungli oleh perusahaan. Tapi kenyataannya kan enggak, kita enggak minta, mereka kasih secara sukarela," kata Iwan.
Angga, Iwan, dan 21 karyawan lainnya juga bingung, mengapa peristiwa yang terjadi 2011 baru menjadi masalah di tahun 2022.
Terkait ini, seluruh karyawan terkait pun telah dipanggil manajemen perusahaan untuk diselidiki.
"Pada tanggal 23-24 Agustus 2022, para pekerja yang dianggap telah melakukan kesalahan mendesak, telah dipanggil oleh Tim Loss Prevention (LP)," kata Siti selaku perwakilan Serikat Buruh Bangkit (SBB) yang membantu penanganan kasus ini.
Setelah itu, Tim LP menyatakan hasil pemeriksaan terhadap 23 pekerja ini tidak ada unsur pungli maupun hal-hal yang merugikan perusahaan.