JAKARTA, KOMPAS.com - Hidup di Ibu Kota tak melulu soal kemewahan, fasilitas yang lengkap, ataupun kemudahan akses informasi dan transportasi.
Jakarta dengan segala kemegahannya, menyimpan cerita bagi mereka yang mengadu nasib, bertahan dan menghidupi keluarga.
Mudi (48), misalnya. Nekat merantau dari Pandeglang, Banten untuk mengais rezeki di Jakarta sejak 2005 lalu.
Ia banting tulang dengan menjelma menjadi sosok Jenderal Sudirman di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Baca juga: Kisah Adang, 40 Tahun Jualan Gulali di Tengah Getirnya Kehidupan Ibu Kota
"Kita tinggal di Jakarta ini banyak suka dukanya. Sukanya seperti bekerja sehari-hari begini jadi pahlawan Jenderal Sudirman di Kota Tua. Kalau rame lumayan pendapatan," kata Mudi saat ditemui, Sabtu (1/7/2023).
"Dukanya, kalau musim hujan udah enggak bisa apa-apa, enggak bisa tampil," imbuh dia.
Berbusana serba hitam dan wajah yang dicat hitam, Mudi seketika bertransformasi menjadi sosok Jenderal Sudirman.
Mudi mengais rupiah dengan berdiri layaknya patung, di atas papan hitam selebar sekitar 50 sentimeter bertuliskan "Jenderal Sudirman".
Ayah tiga anak ini mengaku, penghasilan sebagai manusia patung tak selalu membuatnya tersenyum. Pengunjung Kota Tua lebih ramai saat hari libur. Di waktu inilah, Mudi bisa mendapatkan penghasilan lebih banyak.
Baca juga: Cita-cita Eks Napi Syaiful Setelah Rintis Usaha Ayam Geprek, Jualan di Ruko dan Punya Karyawan
"Kalau hari biasa jarang tampil, hari biasa jarang ke sini. Kan kita lihat posisi dulu di sini, parkiran Bank Mandiri. Kalau kita enggak ada lahan pindah ke sana (sisi yang lain)," ucap Mudi.
Dalam sehari, dia bisa mengantongi uang Rp 100.000. Setiap pekan uang itu dia kirim ke istrinya yang menetap di kampung.
Ketika bercerita, Mudi sesekali menatap jalanan di hadapannya. Usia yang tidak lagi muda membuatnya lebih sering istirahat ketimbang berdiri mematung. Kata Mudi, biasanya ia berdiri dan diam layaknya patung selama 30 menit.
Baca juga: Kisah Mudi, 11 Tahun Jadi Jenderal Sudirman di Kota Tua demi Bertahan Hidup di Ibu Kota
"Berdiri paling kuat 30 menit. Kalau capek, duduk dulu istirahat nanti lanjut pose lagi," jelas dia.
Apabila ada pengunjung yang ingin foto bersama, Mudi dengan sigap berpose memberikan hormat bak Jenderal Sudirman. Usai berfoto, pengunjung biasanya memberikan uang kepada Mudi yang ditaruh di kotak hitam, tepat di hadapannya.
Rupanya, dia sempat berjualan es teh manis di sekitar area Museum Fatahillah. Kala itu, ia baru pertama kali menginjakan kaki di Jakarta.
"Dulu sebelum jadi patung, saya jualan di sini dagang teh manis. Lama-kelamaan enggak boleh ada pedagang, akhirnya saya jadi patung," ungkap Mudi.
Meski penghasilannya tak banyak, Mudi menyisihkan uangnya untuk keluarga di kampung. Tiga anaknya disekolahkan hingga lulus SMA, dan kini ia telah menimang lima orang cucu. Walaupun tak selalu menyenangkan, bagi Mudi, Jakarta adalah ladang untuk mencari rezeki.
"Lumayan sih enak Jakarta, daripda di kampung susah sekarang nyari uang. Di Jakarta apa aja bisa jadi duit asal kita ada kemauan pasti ada jalan, kalau di kampung kan susah," kata Mudi.
Adapun Mudi bersama sekitar 35 orang lainnya tergabung dalam komunitas Seni Karakter Kota Tua (SKKT). Beberapa karakter yang diperankan yakni Jenderal Sudirman, Soekarno-Hatta, hingga Noni Belanda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.