JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli tindak pidana dari Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian, dihadirkan dalam sidang kasus penganiayaan D (17) dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).
Selama memberikan keterangan sebagai ahli, Ahmad tak hanya berbicara soal tindak pidana. Ia turut membahas restitusi yang dibebankan kepada pelaku penganiayaan D.
Menurut Ahmad, restitusi yang dibebankan, khususnya kepada Mario, tidak serta-merta bisa dibayarkan oleh orangtua atau ayahnya, Rafael Alun Trisambodo.
"Dalam doktrin hukum pidana, dia yang berbuat, dia yang bertanggung jawab. Tidak bisa jatuh kepada pengampu, ahli, atau semacamnya, kecuali anak-anak," beber Ahmad.
"Tetapi kalau orang dewasa, dia yang bertanggung jawab atas dirinya, asetnya ya aset yang bersangkutan, tidak bisa dibebankan kepada orangtua," tambah dia.
Baca juga: Ahli: Restitusi Rp 120 Miliar Tidak Bisa Dibebankan ke Orangtua Mario Dandy, kecuali Sukarela
Menanggapi pernyataan Ahmad, kuasa hukum D, Mellisa Anggraini, menilai bahwa ahli yang juga dosen di Universitas Bina Nusantara itu tak memiliki kapabilitas untuk membicarakan soal restitusi.
Sebab, restitusi seharusnya hanya dibahas oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Dalam persidangan, ahli juga menyampaikan terkait restitusi, sehingga keterangan terkait restitusi bisa atau patut diabaikan, karena bukan keahliannya," tutur Mellisa seusai persidangan.
"Proyeksi perhitungan angka restitusi dan sebagainya itu keahlian LPSK," imbuh dia.
Baca juga: Kuasa Hukum Minta Kejiwaan Mario Dandy Diperiksa di Lapas Salemba
Oleh karena itu, Mellisa berharap majelis hakim tidak terpengaruh pernyataan ahli.
Sebab, restitusi diminta dalam bentuk angka, bukan lamanya kurungan penjara yang dijalani pelaku penganiayaan.
"Hakim dalam ini seharusnya merujuk kepada LPSK, bukan dari ahli. Kalau digantikan kurungan, bagaimana bisa? Karena ini kan bicara angka, nominal, masa depan anak yang sudah dirusak, kemudian pengobatan yang cukup panjang sampai saat ini. Kalau kami lihat, D itu, bisa kami katakan, tidak sempurna lagi, karena berjalan aja dia masih miring," jelas dia.
Sebagai informasi, selain restitusi tidak bisa diwakilkan oleh pihak ketiga, Ahmad Sofian menyebut restitusi yang tak bisa dibayarkan bisa diganti dengan hukuman kurungan penjara.
Mulanya jaksa bertanya soal ada atau tidaknya dasar hukum yang menyatakan restitusi bisa digantikan dengan kurungan atau penyitaan aset.
"Ada enggak dasar hukum khusus yang mengatakan jika restitusi tidak dibayarkan, maka digantikan dengan kurungan, atau dengan melakukan perampasan, atau penyitaan aset?" tanya jaksa di ruang sidang.
Baca juga: Ahli Pidana: Sikap Tobat yang Diinstruksikan Mario Dandy ke Anak D Termasuk Kategori Penganiayaan
Ahmad kemudian menerangkan, secara khusus, tidak ada hukum yang mengatur soal itu.
Oleh karena itu, berapa pun nominal restitusi yang dibebankan kepada pelaku, dalam hal ini Mario, merupakan tanggung jawab terdakwa sepenuhnya.
"Jadi restitusi adalah kerugian yang dialami korban, karena ada kerugian, maka itu harus diganti uang, bukan dalam bentuk kurungan, tetapi ada alasan untuk menyederhanakan, setelah enggak mampu bayar (bisa) diganti dengan kurungan," ungkap Ahmad.
"Tetapi dalam beberapa kasus, saya lihat jaksa melakukan perampasan aset kalau tidak dibayar restitusinya, cuma apa dasar hukumnya bisa dicek nanti, saya tidak bisa menjawab soal dasar hukum secara pasti soal itu," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.