JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua BEM UI Melki Sedek Huang berpendapat bahwa putusan batasan usia capres cawapres seharusnya bukan menjadi ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, kebijakan itu seharusnya berada di ranah legislatif selaku pembuat Undang-Undang.
"Kami tahu betul bahwa putusan tentang batasan usia harusnya bukan menjadi domain (atau) ranah dari yudikatif di MK," kata Melki kepada wartawan di depan gedung MK, Senin (16/10/2023) sore.
"Dia adalah ranah legislatif selaku pembuat Undang-Undang," sambung dia.
Bersama Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan, Melki mengajukan sejumlah rekomendasi kebijakan kepada MK.
Baca juga: Kecewa Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres, BEM SI Ajak Warga Sipil Demo 20 Oktober
Rekomendasi pertama, yaitu MK perlu tunduk dan mengikuti kode etik yang ada.
"Untuk mewujudkan hakim independensi dan imparsial," tutur Melki.
Selanjutnya, MK diminta bertindak tegas dalam menegakkan kode etik dan hukuman bagi pelanggarannya.
"Hakim MK seharusnya perlu mempertimbangkan dengan hati-hati. Untuk tidak memutuskan perkara yang terkait dengan isu open legal policy," lanjut dia.
Lebih lanjut, Melki mengajak warga sipil untuk rapat dan berkonsolidasi di kampus Politeknik Negeri Jakarta (PNJ).
Baca juga: MK Putuskan Syarat Usia Capres-Cawapres 40 Tahun Inkonstitusional Bersyarat
"Kami undang seluruh elemen masyarakat sipil untuk rapat, melawan, berkonsolidasi di kampus PNJ," tutur dia.
Selain itu, BEM SI Kerakyatan juga mengajak masyarakat sipil ikut menggaungkan penolakan terkait putusan ini.
"Kami pun mengundang seluruh elemen masyarakat sipil untuk menggaungkan penolakan silakan penuhkan jalanan dengan demonstrasi sepanjang tanggal 20 Oktober 2023!" seru Melki.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.