Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Nilai MK Sulit Pulihkan Kredibilitas Imbas Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Kompas.com - 20/10/2023, 10:56 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) sekaligus anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai, akan sulit bagi Mahkamah Konstitusi (MK) mengembalikan lagi kepercayaan publik, imbas inkonsistensi putusan syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang telah diketok.

"Saya selalu mengatakan ini menjadi pil pahit yang harus kita semua telan dan saya merasa nampak sulit bagi MK untuk secara cepat memulihkan kredibilitas dan kepercayaan publik yang kadung terluka atas putusan itu," ujar Titi saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (19/10/2023).

Baca juga: Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Dinilai Langgar Etik

Bagaimana tidak, kata Titi, ada beragam spekulasi muncul setelah keputusan itu dibuat.

Termasuk politisasi yudisial alias politisasi dalam Mahkamah Konstitusi.

Sebab, MK dinilai tidak mampu membangun argumen kuat, mengapa ada dua perimbangan hukum seolah terpisah untuk satu substansi yang sama.

Di satu sisi MK memutuskan menolak gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan gugatan usia calon presiden dan wakil presiden minimal 35 tahun.

Sementara di sisi lain, MK mengabulkan tuntutan mahasiswa Unsa bernama Almas Tsaqibbirru dengan membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

"Kita melihat bagaimana MK mempertontonkan inkonsistensinya secara gamblang, lalu kemudian tidak mampu membangun argumen yang kokoh, mengapa ada dua perimbangan hukum yang seolah-olah terpisah satu sama lain padahal untuk suatu substansi yang sama," kata Titi.

Baca juga: Jokowi Berpotensi Crash Landing jika Gibran Tetap Didorong Jadi Cawapres

Padahal, menurut Titi, jika keputusan ini diputus secara konsisten tentu akan menjadi angin segar bagi praktik Pemilu di Tanah Air, dengan memberi ruang keterlibatan yang lebih luas bagi orang-orang muda.

"Saya sendiri memandang bahwa dari sisi substansi sebenarnya kalau dia diputus secara konsisten, merupakan sebuah terobosan yang baik bagi praktik Pemilu dan demokrasi kita karena membuka ruang keterlibatan orang muda yang lebih luas," ucap dia.

Kenyataannya, putusan yang inkonsisten itu kini dianggap politis, karena dinilai hanya untuk mengakomodasi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, untuk mencalonkan diri di Pilpres 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Megapolitan
Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Megapolitan
Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Megapolitan
Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Megapolitan
Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Megapolitan
Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Keluarga Korban Begal Bermodus 'Debt Collector' Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Keluarga Korban Begal Bermodus "Debt Collector" Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Megapolitan
Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com