DEPOK, KOMPAS.com - Civitas academica Universitas Indonesia (UI) menggelar deklarasi kebangsaan di Rotunda, UI, Depok, Jumat (2/2/2024).
Deklarasi tersebut dilakukan untuk menyikapi dinamika proses pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang terasa jauh dari semangat pemilu yang demokratis, jujur, dan adil.
Dalam deklarasi yang dilakukan, Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo menyampaikan empat tuntutan terhadap pemerintah terkait pemilu 2024.
Baca juga: Sivitas Akademika UI Bacakan Deklarasi Kebangsaan, Minta Pemilu Bebas Intimidasi dan Ketakutan
Pertama, pihaknya mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi.
"Menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi, tanpa ketakutan, berlangsung secara jujur dan adil," ujar Harkristuti saat membacakan poin deklarasi, Jumat.
Selain itu, civitas academica UI juga menuntut agar semua aparatur sipil negara (ASN), pejabat pemerintah, TNI, dan Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing," kata dia.
Tuntutan tersebut disampaikan karena Dewan Guru Besar UI merasa terpanggil untuk memulihkan demokrasi yang sudah terganggu dengan kecurangan.
Baca juga: Kasus Korupsi Memuncak Jelang Pemilu 2024 Bikin Sivitas Akademika UI Geram
Harkristuti mengatakan, pihaknya merasa resah dan geram atas kondisi Indonesia yang justru digerus korupsi menjelang pemilu 2024.
"Kami resah dan geram atas sikap dan tindak laku para pejabat, elit politik, dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tata kelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang Pemilihan Umum (Pemilu)," kata dia.
Keresahan yang dirasa menjadi semakin mengkhawatirkan karena kesewenang-wenangan telah menghilangkan etika bernegara dan bermasyarakat hingga menghancurkan kemanusiaan, serta merampas akses keadilan kelompok miskin.
"Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi, kolusi, dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, serta merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup," tambah Harkristuti.
Tak hanya itu, Harkristuti juga menyinggung keserakahan pemerintah hingga berdampak pada punahnya sumber daya alam.
"Keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan, telah menyebabkan semakin punahnya sumberdaya alam, hutan, air, kekayaan di bawah tanah dan laut, memusnahkan keanekaragaman hayati, dan hampir semua kekayaan bangsa kita," katanya.
Baca juga: Sivitas Akademika UI Singgung Kebebasan Berekspresi yang Tertindas dan Keserakahan
"Mereka lupa bahwa di dalam hutan, di pinggir sungai, danau dan pantai, ada orang-orang, flora dan fauna, dan keberlangsungan kebudayaan masyarakat adat, bangsa kita," sambungnya.