Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Program Makan Gratis Prabowo-Gibran di Masyarakat

Kompas.com - 01/03/2024, 17:01 WIB
Dinda Aulia Ramadhanty,
Jessi Carina

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Program makan gratis milik calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. 

Ada warga yang mendukung, tetapi ada juga yang mengkritiknya. Salah satu warga yang mendukung adalah Ade (45), seorang ayah dari anak perempuan berusia 10 tahun.

Menurut dia, program ini paling nyata manfaatnya bagi masyarakat karena dapat memenuhi kebutuhan utama yaitu pangan. 

"Daripada program internet gratis, itu bagus tapi hanya untuk kalangan ke atas, karena enggak selamanya orang punya gadget. Tapi kalau makan gratis, semua orang punya perut," kata Ade kepada Kompas.com, Jumat (1/3/2024).

Baca juga: Pelanggan Warteg Johar Baru Delly Paling Royal Makan Seharga Rp 20.000

Ade menuturkan, di antara program ketiga paslon capres dan cawapres pada Pemilu 2024, makan gratis adalah program yang akan memberi dampak dan kemudahan bagi masyarakat kalangan bawah.

Ade berharap program ini bisa membantu prevalensi stunting di Indonesia yang mengutip dari situs Kementerian Kesehatan tercatat mencapai 21,6 persen pada tahun 2023.

"Anak stunting bisa tertolong karena mereka yang butuh asupan gizi lebih banyak. Apalagi kasus soal ini di Indonesia masih tinggi persentasenya," ujar Ade.

Pendapat ini berbeda dengan salah seorang warga lainnya, Cucu (36). Dia menyarankan alokasi dana program makan gratis sebaiknya untuk uang masuk sekolah atau kuliah saja.

Baca juga: Terowongan Tugu Kujang Bogor Kumuh dan Penuh Coretan, Warga Jadi Takut Lewat

"Dana program ini kan besar sekali ya, padahal sebenarnya uang sebanyak itu bisa dialokasikan ke biaya masuk sekolah ke SMA atau kuliah, yang nominalnya masih besar dan jadi 'beban para orang tua," ujar Cucu.

Cucu bercerita tentang dirinya yang sudah mulai mempersiapkan dana masuk SMA bagi anaknya yang masih duduk di kelas 2 SMP.

"Untuk biaya masuk itu sekitar Rp 10 Juta, tapi tergantung sekolahnya lagi. Itu sekolah negeri ya, apalagi sekolah swasta," ungkap Cucu yang berdomisili di Kota Bekasi.

Oleh sebab itu, Cucu menuturkan, bebannya adalah perihal jumlah uang yang besar untuk sekolah anak.

Baca juga: Cerita Warteg Sukirno Digempur Tingginya Harga Beras, tapi Tetap Bermurah Hati ke Pelanggan

"Saya berharap seperti itu karena nanti nominal uang masuk yang perlu dipikirkan orang tua enggak terlalu besar. Alhamdulillah kalau bisa gratis, tapi semoga setidaknya bisa disubsidi pemerintah hingga 50 persen," jelasnya.

Sedangkan persoalan gizi anak, Cucu masih menganggap hal ini bisa diselesaikan dalam lingkungan keluarga asal pemerintah juga amanat dan tidak korupsi.

"Jika koruptor diberantas, ekonomi negara akan lebih baik. Sehingga setiap keluarga juga lebih mampu untuk memberikan asupan gizi yang lebih baik untuk sang anak," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com