Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warteg Sukirno "Digempur" Tingginya Harga Beras, tapi Tetap Bermurah Hati ke Pelanggan

Kompas.com - 01/03/2024, 08:53 WIB
Xena Olivia,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kegagalan pemerintah menurunkan harga beras berdampak langsung ke rakyat kecil, tak terkecuali pengusaha warteg bernama Sukirno (40) dan sang istri Siska (39).

Sejak satu bulan terakhir, keduanya berjuang keras mempertahankan usaha mereka yang dilabeli Warteg Johar Baru Delly. Letaknya di Jalan Maisonet Blok A No 6, RT 002/RW 04, Johar Baru, Jakarta Pusat.

Terbaru, ia membeli satu karung berisi 50 kilogram beras dengan harga yang bikin pasutri itu mengelus dada ditambah geleng-geleng kepala, yakni Rp 800.000.

"Padahal sebelumnya Rp 600.000, terus naik kadang Rp 725.000, kadang Rp 750.000 Mentoknya di Rp 800.000. Itu untuk yang pulen," ujar Sukirno saat dijumpai di sela melayani tamu, Kamis (29/2/2024). 

Baca juga: Menelusuri Pasar Induk Cipinang: Jokowi Klaim Harga Beras Turun, Konsumen Teriak Masih Mahal

Atas alasan itu, Sukirno beserta sang istri terpaksa tidak membeli dua karung beras seperti biasanya. Mereka hanya membeli satu karung saja karena "berat di kantong."

Tak hanya beras, harga komoditas lain juga turut melonjak. Sebagai contoh, satu kilogram telur yang sebelumnya Rp 26.000 kini naik menjadi Rp 30.000-31.000.

“Itu di Pasar Johar Baru, di pasar lain juga sama,” celetuk Sukirno.

 

Tak ingin naikkan harga

Di tengah gempuran lonjakan harga bahan pangan, Sukirno dan Siska memilih mengorbankan diri. Mereka sepakat untuk tidak menaikkan harga di warung makannya. Mereka tak ingin kehilangan pelanggan. 

Baca juga: Di Atas Bagi Jabatan, di Bawah Antre Beras

Pasutri itu memprediksi, apabila harga naik Rp 1.000 saja, pelanggan bakal protes, bahkan tidak akan kembali lagi.

"Harga beda Rp 1.000 saja, langsung enggak mau datang lagi. Padahal ini di tempat saya sudah lumayan murah dibandingkan warteg lain," ujar Sukirno.

"Gorengan saja di saya Rp 1.000 semua. Ada bakwan, tempe, tahu, Kalau di warteg lain bisa Rp 1.500 atau Rp 2.000," cerocos dia.

Jadi, tak jadi masalah bagi Sukirno dan Siska keuntungannya jadi berkurang. Asalkan, pelanggan tetap setia makan di warungnya.

Bahkan, Sukirno mengatakan, seringkali ia bermurah hati ke pelanggannya, khususnya para pekerja bangunan.

“Kalau minta nasi saya tambahin, enggak saya hargain. Bahkan kalau kuli proyek langsung saya tambahkan (porsinya) sebelum dia minta,” tutur dia.

Baca juga: Harga Beras Masih Mahal, Pembeli: Biasanya Nyetok 2 Karung, Sekarang Cuma 1

 

Pendapatan pas-pasan

Di balik kebaikan itu, Sukirno dan Siska berupaya untuk bertahan hidup dengan pendapatan yang pas-pasan. Lantaran, pemasukan mereka sehari-hari hanya cukup untuk keperluan umum.

“Kalau sebelum Covid-19 (pendapatan) sehari bisa Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta. Akhir-akhir ini malah hanya Rp 1,3 juta. Kadang 1,5 juta, atau kadang juga Rp 1 juta,” papar Sukirno.

Siska menimpali, sembari meringis,”Paling buat belanja, sekolah, listrik, air. Buat (bayar) kontrakan agak susah.”

“Nah, buat makan saja. Buat simpenan (nabung) agak susah,” tutur Sukirno.

Mereka pun berharap, harga bahan pangan bisa kembali normal seperti semula.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Megapolitan
Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Megapolitan
Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com