Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Lami Di-PHK Saat Puasa

Kompas.com - 28/07/2013, 20:19 WIB
Ariane Meida

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Lami adalah seorang karyawati salah satu pabrik yang berlokasi di kawasan industri Cakung, Jakarta Timur, yang kini berstatus nonaktif. Wanita berjilab itu di-nonaktif-kan karena melawan atasannya yang melarangnya shalat di dalam pabrik.

Lami menceritakan, di saat istirahat kerja pada tanggal 12 Juli 2013, ia bersama teman-temannya keluar untuk mengambil air wudhu. Lami lalu masuk kembali ke dalam pabrik menuju ke sebuah ruangan detektor.

Saat itu, ia bertemu dan ditegur oleh pimpinan direktur. Sang pimpinan melarang Lami masuk ke dalam ruang detektor. Namun, Lami menjelaskan ia ingin menunaikan ibadah di ruangan tersebut karena mushala pabrik kecil dan ramai.

"Saya jelaskan kalau saya shalat di mushala itu antre karena mushalanya kecil. Masalah efisiensi waktu karena kami cuma dikasih waktu istirahat 30 menit," kata Lami saat acara peluncurkan posko pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) dan lawan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), gedung YLBHI, Jakarta, Minggu (28/7/2013).

Pimpinan direktur terus melarang Lami. Dia pun menurut dan berinisiatif mengambil mukena di dalam ruangan detektor dan shalat di luarnya. Namun, sang pimpinan direktur kembali menegurnya yang mengambil mukena dari dalam ruang detektor.

"Saya jelaskan kalau saya ambil mukena ini karena mau shalat di luar ruang detektor. Dia marah-marah tetapi saya melakukan perlawanan. Dia malah mengangkat tangan mau memukul saya," cerita Lami.

Saat pimpinannya mengangkat tangan seperti berniat memukul, Lami berteriak mempersilakan pimpinannya memukul, dan meminta rekan-rekannya mendokumentasikan kejadian tersebut.

"Pengusaha-pengusaha Korea (di tempat kejadian) malah mengeroyok saya. Karena saya panik, saya lari ke arah podium lalu berkata, teman-teman saya telah dilarang shalat di ruang detektor," kata Lami.

Dihari itu juga, Lami dipanggil oleh pimpinan personalia. Ia menganggap persoalan sudah selesai karena ia sepakat tidak akan beribadah lagi di ruang detektor, tapi perusahaan harus mengizinkannya shalat didalam pabrik.

Namun, pada tanggal 25 Juli, ternyata Lami dipanggil lagi dan diberikan surat PHK. "Tapi saya tolak, saya tidak mau tanda tangan. Saya tidak merasa bersalah dan saya akan masuk setiap hari," kata Lami.

Esoknya (26/7/2013), Lami kembali masuk kerja. Namun, ia mengaku diancam oleh satpam dan kartu absennya diambil. Meski begitu ia tetap masuk ke dalam pabrik.

"Pada jam 9.30 saya dipanggil lagi dan diberikan surat nonaktif, dan saya pun tidak mau tanda tangan. Saya akan tetap masuk setiap pagi walaupun perusahaan tidak menginginkan saya masuk kerja, saya akan tetap melakukan absen sendiri," kata Lami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com