"Saya enggak bisa sekolah karena bekerja di tempat hiburan malam," katanya di Komnas Perlindungan Anak, Jakarta, Kamis (16/1/2013).
Bila tidak mau bernyanyi, dia mengaku dipukuli dengan kayu atau kursi. Selain dipukul, dia juga mengaku kerap dijambak, sehingga sebagian kepalanya botak sebagian.
Biasanya, ES menyanyi di tempat hiburan malam sekitar jam 20.00 sampai jam 02.00. Jika dia bernyanyi, rata-rata dia mendapatkan Rp 5 juta hingga Rp 6 juta untuk dua atau tiga hari. Namun, ia tidak sama sekali mendapatkan sepeser pun dari upah hasil menyanyinya.
Sesekali, dia menyelipkan mengambil upah menyanyi dengan cara disimpan diam-diam di dalam celananya.
"Biasanya saya sembunyiin uang sedikit-sedikit, seratus atau dua ratus ribu untuk sekolah atau jajan. Disimpan di celana," katanya.
ES berdomisili di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Dia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Dia mengalami kekerasan oleh ibunya sejak orang tuanya bercerai, selagi ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
Michael, Ketua LSM Peduli Anak Bangsa Pangkal Pinang, mengatakan, akibat ES disuruh bernyanyi, dia tidak nyaman sekolah. "Dia kemarin kabur lari ke rumah perlindungan sosial anak di Tanjung Pinang kemudian lapor ke Polsek Tanjung Pinang," kata Michael.
Sebelum mengadu ke KPA di Jakarta, ES mendatangi rumah perlindungan sosial anak di Tanjung Pinang. ES mengharapkan perlindungan kepada pihak berwajib atas kekerasan yang menimpa dirinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.