Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Basuki Kesal Dimanja seperti Pejabat...

Kompas.com - 17/01/2014, 11:47 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ada cerita menarik ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Barat, Rabu (15/1/2014). Sedianya, ia tiba pada pukul 09.00 WIB. Namun, 60 menit berlalu, rombongan Basuki tak kunjung memasuki pelataran kompleks gedung Kompas Gramedia. Sekitar pukul 10.15 WIB, Basuki baru tiba di gedung Kompas Gramedia dari kantornya di Balaikota Jakarta.

Basuki selama ini dikenal sebagai pejabat yang mengenal waktu atau on-time. Usut punya usut, ternyata ada alasan di balik keterlambatannya itu. Pengawal rombongan dari Dinas Perhubungan dan ajudan Basuki menjadi penyebab keterlambatannya saat itu. Basuki pun mengaku kesal karena para pengawalnya kerap memperlakukannya layaknya seorang pejabat.

"Kalian (ajudan) ini kebiasaan melayani pejabat. Protokol ditanya dulu ada berapa orang, sudah siap apa belum, kalau belum siap, belum boleh berangkat. Saya marahi ajudan saya," kata Basuki.

Setelah menjadi wakil gubernur, kini hidup Basuki lebih tertata dan terjadwal. Setiap hari ia harus bangun pukul 04.40, menyelesaikan bacaan bukunya, memilih baju yang akan dikenakannya, olahraga, dan berangkat dari kediamannya di Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara, pukul 07.00 WIB. Basuki menuturkan, jika dia terlambat semenit saja, jadwal kegiatannya dipastikan berantakan.

Tak hanya kepada para ajudannya, Basuki juga menumpahkan kekesalannya kepada petugas Dishub DKI yang biasa mengawal kendaraan dinasnya. Basuki mengaku tidak terbiasa apabila mendengar bunyi sirene petugas pengawalan yang membuka jalan agar kendaraannya bisa melintas di tengah kemacetan. Ia semakin jengah apabila para petugas itu menghentikan  kendaraan lain agar memberi jalur istimewa untuk kendaraan Basuki.

Menurut Basuki, pemandangan seperti itu hanya bisa dilakukan apabila keadaan mendesak, misalnya rapat dengan menteri atau Presiden di Istana Negara. Kalaupun pertemuan itu tidak perlu dilakukan di tempat khusus, Basuki mengusulkan rapat dilakukan di Balaikota Jakarta saja. Hal itu dilakukan agar waktunya tidak terbuang percuma di jalan.

Setelah terjebak kemacetan di Permata Hijau, Rabu lalu, Basuki berharap para ajudan tidak lagi melayaninya layaknya seorang pejabat. "Saya enggak pernah merasa jadi pejabat sampai hari ini. Protokol begitu banyak menunggu saya datang, tanya sudah lengkap apa belum, memang lagi acara pengantin apa? Persoalan kita, mentalnya memang begitu, pejabat selalu dimanja," ujar Basuki.

Andalkan teknologi

Selain itu, Basuki justru ingin agar pengawalnya mengandalkan teknologi untuk memantau kemacetan. Ia suka menggunakan layanan peta digital Google Waze untuk menghindar dari kemacetan. Hal itu ia buktikan dalam beberapa kali perjalanan di area macet.

Beberapa waktu lalu, misalnya, Basuki berada di Balai Sudirman, Tebet, dan akan menuju Balaikota Jakarta. Pengawal Dishub menyarankan untuk memutar balik ke tol dalam kota dan melintasi Kuningan. Iseng-iseng, Basuki membuka aplikasi Waze. Di situ, Waze menyebutkan, apabila melalui jalan pintas sebuah rumah makan langsung ke Gambir, waktu yang diperlukan hanya 15 menit. Adapun jika menuruti imbauan pengawal Dishub, diperlukan waktu 45 menit. "Saya sekarang beriman sama Waze saja. Benar-benar 15 menit sudah sampai gedung Antara, loh," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com