JAKARTA, KOMPAS.com — Ada cerita menarik ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Barat, Rabu (15/1/2014). Sedianya, ia tiba pada pukul 09.00 WIB. Namun, 60 menit berlalu, rombongan Basuki tak kunjung memasuki pelataran kompleks gedung Kompas Gramedia. Sekitar pukul 10.15 WIB, Basuki baru tiba di gedung Kompas Gramedia dari kantornya di Balaikota Jakarta.
Basuki selama ini dikenal sebagai pejabat yang mengenal waktu atau on-time. Usut punya usut, ternyata ada alasan di balik keterlambatannya itu. Pengawal rombongan dari Dinas Perhubungan dan ajudan Basuki menjadi penyebab keterlambatannya saat itu. Basuki pun mengaku kesal karena para pengawalnya kerap memperlakukannya layaknya seorang pejabat.
"Kalian (ajudan) ini kebiasaan melayani pejabat. Protokol ditanya dulu ada berapa orang, sudah siap apa belum, kalau belum siap, belum boleh berangkat. Saya marahi ajudan saya," kata Basuki.
Setelah menjadi wakil gubernur, kini hidup Basuki lebih tertata dan terjadwal. Setiap hari ia harus bangun pukul 04.40, menyelesaikan bacaan bukunya, memilih baju yang akan dikenakannya, olahraga, dan berangkat dari kediamannya di Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara, pukul 07.00 WIB. Basuki menuturkan, jika dia terlambat semenit saja, jadwal kegiatannya dipastikan berantakan.
Tak hanya kepada para ajudannya, Basuki juga menumpahkan kekesalannya kepada petugas Dishub DKI yang biasa mengawal kendaraan dinasnya. Basuki mengaku tidak terbiasa apabila mendengar bunyi sirene petugas pengawalan yang membuka jalan agar kendaraannya bisa melintas di tengah kemacetan. Ia semakin jengah apabila para petugas itu menghentikan kendaraan lain agar memberi jalur istimewa untuk kendaraan Basuki.
Menurut Basuki, pemandangan seperti itu hanya bisa dilakukan apabila keadaan mendesak, misalnya rapat dengan menteri atau Presiden di Istana Negara. Kalaupun pertemuan itu tidak perlu dilakukan di tempat khusus, Basuki mengusulkan rapat dilakukan di Balaikota Jakarta saja. Hal itu dilakukan agar waktunya tidak terbuang percuma di jalan.
Setelah terjebak kemacetan di Permata Hijau, Rabu lalu, Basuki berharap para ajudan tidak lagi melayaninya layaknya seorang pejabat. "Saya enggak pernah merasa jadi pejabat sampai hari ini. Protokol begitu banyak menunggu saya datang, tanya sudah lengkap apa belum, memang lagi acara pengantin apa? Persoalan kita, mentalnya memang begitu, pejabat selalu dimanja," ujar Basuki.
Andalkan teknologi
Selain itu, Basuki justru ingin agar pengawalnya mengandalkan teknologi untuk memantau kemacetan. Ia suka menggunakan layanan peta digital Google Waze untuk menghindar dari kemacetan. Hal itu ia buktikan dalam beberapa kali perjalanan di area macet.
Beberapa waktu lalu, misalnya, Basuki berada di Balai Sudirman, Tebet, dan akan menuju Balaikota Jakarta. Pengawal Dishub menyarankan untuk memutar balik ke tol dalam kota dan melintasi Kuningan. Iseng-iseng, Basuki membuka aplikasi Waze. Di situ, Waze menyebutkan, apabila melalui jalan pintas sebuah rumah makan langsung ke Gambir, waktu yang diperlukan hanya 15 menit. Adapun jika menuruti imbauan pengawal Dishub, diperlukan waktu 45 menit. "Saya sekarang beriman sama Waze saja. Benar-benar 15 menit sudah sampai gedung Antara, loh," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.