JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak sependapat dengan tuntutan warga kepada pemerintah atas jalan rusak. Menurut dia, pemerintah juga bisa menuntut balik warga atas banjir yang terjadi di Ibu Kota.
"Nah, sekarang penyebabnya jalan berlubang apa? Karena banjir dan sekarang saya sebagai pemerintah harusnya bisa tuntut masyarakat yang menduduki sungai sama waduk," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Senin (27/1/2014).
Kendati demikian, pemerintah tidak pernah bisa menuntut warga atas penegakan hukum. Sudah menduduki lahan negara, banyak oknum yang menyewakan lahan ilegal tersebut. Mereka juga tidak pernah membayar segala macam jenis pajak.
Basuki mengatakan, pemerintah Provinsi DKI telah berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany untuk mulai menagih pajak warga yang menduduki lahan negara. Mereka memformulasikan aturan dan sanksi bagi warga-warga tersebut.
"Jadi, LSM-LSM yang ngomong pemerintah harus adil dan mengerti hukum, jangan karena rakyat miskin langsung berada di atas hukum. Enggak ada ceritanya," kata Basuki.
Pada kesempatan berbeda, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, masyarakat yang terkena dampak jalan rusak itu dapat menggugat dan menuntut pemerintah. Hak warga untuk menuntut itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. UU tersebut menyebutkan, pemerintah wajib menyediakan jalan yang baik untuk menjaga keselamatan warganya. "Terutama bagi warga yang sampai kecelakaan karena jalan rusak. Pemerintah harus bertanggung jawab," kata Tulus kepada wartawan, Minggu (26/1/2014) di Jakarta.
Tuntutan itu disesuaikan dengan kewenangan di tiap-tiap jalan. Apabila di jalan nasional, maka warga dapat menuntut kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Adapun di jalan provinsi, warga dapat menuntut kepala daerah atau Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta.
Sementara itu, bila terdampak jalan rusak di jalan tol, maka warga dapat menuntut dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ke operator jalan tol. Warga bisa menuntut pemerintah karena warga berhak mendapat fasilitas terbaik dan sudah membayar pajak. Apabila tidak dapat memperbaiki jalan dengan alasan cuaca dan sebagainya, maka pemerintah sebaiknya membuat peringatan untuk warga, misalnya dengan memasang rambu peringatan di jalan tersebut.
Dinas Pekerjaan Umum DKI mencatat, jalan rusak di Jakarta Pusat seluas 3.871 m2 atau 0,11 persen dari total luas jalan di wilayah itu, yakni 3,4 juta m2. Wilayah Jakarta Utara mengalami kerusakan jalan terluas, yakni 80.557 m2, atau 2,07 persen dari total 3,9 juta m2 di wilayah tersebut. Di Jakarta Barat, luas jalan rusak 14.625 m2 atau 0,25 persen dari luas total 5,7 juta m2. Adapun kerusakan di Jakarta Selatan seluas 16.585 m2 atau 0,54 persen dari total 9,1 juta m2. Di Jakarta Timur, luas jalan rusak 24.760 m2 atau 0,38 persen dari total 6,5 juta m2.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.