"Kita lihat bahwa yang terpenting adalah penegakkan hukum. Bongkar sampai sejelas-jelasnya, setuntas-tuntasnya," ujar Linda Gumelar kepada Kompas.com di kantornya, Rabu (16/4/2014).
Mengenai hukuman yang pantas untuk pelaku, Linda mengharapkan penegak hukum menggunakan Pasal 82 UU Perlindungan Anak yang berbunyi, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian dilakukan perbuatan membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lambat 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Menurutnya, isi UU Perlindungan Anak itu lebih kuat dibandingkan Pasal 292 KUHP yang berlaku. Sebab, dari keterangan yang dihimpun kementeriannya, korban diiming-imingi sesuatu sampai akhirnya menuruti kemauan pelaku. Perlakuan terhadap korban lebih mengarah kepada Pasal Perlindungan Anak daripada pasal KUHP.
Dalam Pasal 292 KUHP berbunyi, Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
Menurut Linda, hukuman lima tahun terlalu cepat untuk perlakuan pelaku kepada korban. Jika pelaku di balik jeruji besi usai menjalani masa hukuman, tak menutup kemungkinan pelaku mengulangi perbuatannya. Lain halnya dalam psikis korban, tentunya korban bisa terbawa trauma berkepanjangan sampai dewasa karena terlanjur diekspos kasus tersebut sejak ia kecil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.