Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Odong-odong Penyambung Hidup Mereka...

Kompas.com - 09/05/2014, 10:19 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Keberadaan odong-odong saat ini sudah makin meresahkan masyarakat karena pengoperasiannya yang sering kali membahayakan penumpangnya. Ini juga ditambah dengan adanya kecelakaan odong-odong dengan truk molen beberapa waktu lalu di Bekasi, Jawa Barat, yang menewaskan empat bocah.

Namun, di sisi lain, keberadaan odong-odong merupakan gantungan hidup bagi sebagian orang, seperti Jono (38). Sejak 2002, dia menjadi pengemudi odong-odong. Dari penghasilannya tersebut, ia menghidupi istri dan ketiga anaknya yang berada di Ponorogo, Jawa Timur.

Setiap bulannya, ia mengirim uang penghasilannya untuk sekolah dan makan keluarganya. Uang yang dikirimkan pun sebenarnya tidak tentu, tergantung penghasilan yang ia dapatkan dari menarik odong-odong.

Selama ini, ia menarik odong-odong sepeda yang dikayuh. Setiap menarik odong-odong, ia harus memberikan setoran kepada juragannya sebesar Rp 20.000 setiap harinya. Sementara itu, tarif odong-odong yang ia berlakukan adalah Rp 2.000.

Odong-odong miliknya memiliki kapasitas 6 orang. Dalam satu hari, biasanya ia mendapatkan hingga Rp 100.000 dengan berkeliling di sekitar Warakas, Tanjung Priok, hingga ke Rawabadak. Uang penghasilannya tersebut ia gunakan untuk makan dan hidup di Jakarta. Sisanya ia sisihkan untuk keluarganya di kampung.

"Ya, kalau ngirim keluarga sih, enggak tentu. Kalau lagi banyak, Alhamdulillah, biasanya sih Rp 500.000," ujar pria paruh baya tersebut.

Ia sangat bersyukur karena dengan menarik odong-odong ia bisa menyekolahkan anaknya hingga bangku SMA dan STM, dan tidak mengikuti jejaknya yang tidak mengenyam bangku pendidikan.

"Alhamdulillah anak-anak bisa sekolah semua, jangan seperti bapaknya, yang penting," ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan Effendi (50),yang baru enam bulan mengemudikan odong-odong sepeda motor. Pria asal Solo, Jawa Tengah, tersebut menarik odong-odong untuk menghidupi keluarganya di kampung.

Meskipun tiga dari lima anaknya sudah berkeluarga, ia masih tetap menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Setiap menarik odong-odong, ia harus menyetorkan uang kepada pemilik odong-odong sebesar Rp 80.000.

Kapasitas odong-odong yang ia bawa sebanyak 17 orang. Namun, kata dia, semenjak kemarin, warga jarang naik odong-odong sehingga penghasilan yang ia dapatkan pun menurun drastis. Biasanya ia bisa mendapatkan Rp 200.000 dalam satu hari, tetapi kemarin ia hanya mendapatkan Rp 50.000.

"Enggak tahu juga jadi sepi sekarang, apa gara-gara yang di Bekasi, sama banyak razia sih," ujarnya.

Effendi menambahkan, ia sangat menyesalkan adanya pelarangan odong-odong. Menurutnya, odong-odong adalah sumber mata pencaharian selama ini dan menjadi hiburan tersendiri bagi para warga.

"Ya, masa semua hiburan rakyat dilarang, kemarin itu topeng monyet, sekarang odong-odong, lalu rakyat makannya gimana?" tanyanya.

Adapun odong-odong dianggap melanggar karena tidak memiliki izin angkutan orang, Pasal 288 Ayat 1 karena tidak memiliki STNK yang sesuai dan tidak memiliki tanda nomor kendaraan. Pasal lain yang bisa menjerat odong-odong adalah Pasal 280 dan Pasal 289 karena sabuk keselamatan dan lainnya tidak ada, serta perlengkapan standar kendaraan lainnya juga tidak ada. Pasal 380 tentang perlengkapan kendaraan bermotor  yang tidak sesuai dan tidak ada, serta Pasal 278 dan Pasal 285 UU Lalu Lintas karena tidak memiliki persyaratan teknis dalam beroperasi atau pada mobil modifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Megapolitan
Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com