"Saya tidak melihat adanya motiviasi atau pengaruh yang sengaja untuk melakukan sesuatu rencana mematikan. Memang tidak ada maksud sama sekali untuk sampai melakukan pembunuhan," kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini, di Polres Metro Jakarta Timur, Jumat (9/5/2014).
Seto melanjutkan, apa yang terjadi antara SY dan Renggo merupakan bentuk lemahnya pengawasan sekolah. Ketika kontrol dan pengawasan terhadap anak tidak ada, sesuatu yang seharusnya dapat diredam justru menjadi berbahaya.
"Pada saat tertentu, dengan pembiaran terhadap konflik itu, mungkin emosi makin meningkat. Salah satunya, SY yang baru saja dua bulan belajar taekwondo. Mungkin belum terampil menggunakannya. Jadi bukan untuk bela diri, melainkan justru untuk menyerang lawannya," ujar Kak Seto.
Apa yang diperbuat SY, menurut Seto, bisa terjadi pada anak-anak lainnya bila tak ada pencegahan. Ia meminta perhatian serius, khususnya kepada semua pihak di lingkungan sekolah. Sebab, di lembaga pendidikan pun, lanjutnya, konflik antar-anak bisa terjadi.
"Oleh karenanya, kalau tidak ada pengawasan dan pencegahan, mana kala bersinggungan, maka suatu konflik itu bisa lebih fatal. Bisa menimbulkan dampak, yaitu kematian atau luka parah, dan sebagainya. Sekali lagi, ini bagian dari tanggung jawab sekolah," ujar Kak Seto.
Renggo dianiaya kakak kelasnya, SY, lantaran menjatuhkan jajanan milik SY. Renggo sudah meminta maaf dan mengganti jajanan itu. Rupanya hal itu tidak menyelesaikan persoalan. SY kemudian mendatangi Renggo dan memukuli korban.
Esok harinya, Renggo tidak masuk sekolah karena sakit. Beberapa hari kemudian, Renggo meninggal dunia. Polisi belum menyimpulkan kematian Renggo terkait dengan pemukulan itu. Polisi menunggu hasil otopsi, untuk mengetahui sebab kematian Renggo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.