Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengojek Payung di Kota Layak Anak

Kompas.com - 03/06/2014, 08:17 WIB
Laila Rahmawati

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com — Di jembatan penyeberangan orang (JPO) Jalan Margonda, terpampang reklame yang menyebut Depok sebagai kota layak anak. Akan tetapi bila hujan tiba, belasan anak menawarkan jasa ojek payung di sekitar ruas Jalan Margonda.

Mereka tersebar di beberapa tempat, antara lain Toko Buku Gramedia, Depok Town Square (Detos), dan Kampus UI. Anak-anak berusia sekitar 7-13 tahun tersebut menjajakan jasa payungnya kepada para pengunjung mal atau mahasiswa yang membutuhkan.

Mereka biasanya mengantarkan pengguna jasanya dari satu tempat publik ke tempat publik terdekat lainnya, seperti dari kampus ke Stasiun UI atau dari Detos ke Stasiun Pondok Cina.

Selama mengojek payung, para bocah tersebut tak berpayung. Mereka berhujan-hujan. Pakaian basah kuyup adalah pemandangan biasa bagi yang sering melihat mereka. 

"Seneng aja hujan-hujanan. Kakak dulu juga (pengojek payung), tapi sekarang enggak. Udah SMP," kata Ari yang bila hujan tiba beroperasi di Toko Buku Gramedia, Senin (2/6/2014).

Kakak Ari yang sekarang sudah duduk di bangku SMP tak mengojek lagi karena fokus sekolah. Ari yang memang hobi berhujan-hujan pun dengan senang hati melanjutkan mengojek payung.

Murid kelas 5 sebuah SD di Pondok Cina, Beji, Depok, ini menuturkan, beberapa teman satu sekolahnya, bahkan ada yang sekelas, juga mengojek payung. Anak-anak tersebut umumnya kelas 4-6 SD. 

Menurut Ari, ia dan teman-temannya mengojek payung hanya jika tak berbenturan dengan jadwal sekolah. Setiap kali hujan deras, ia mendapat penghasilan Rp 30.000. Jika hujan berlangsung lebih lama dan banyak pengguna jasa, ia bisa meraup pendapatan sampai Rp 50.000. Tarif yang dikenakan para pengojek payung ini tidaklah mahal. Berkisar Rp 3.000-5.000. 

"Tiga ribu ada. Lima ribu ada. Lihat tempatnya (tujuan)," kata Arif, adik kelas Ari, yang juga ikut mengojek payung.

Menanggapi hal tersebut, KPAI meminta Wali  Kota Depok memberikan perhatian khusus terhadap mereka. 

"Wali kota seharusnya memiliki kebijakan khusus agar anak tidak beraktivitas sebagai ojek payung. Pertama, bangun ekonomi keluarga ojek payung. Kedua, gratiskan sekolah anak ojek payung. Ketiga, perhatikan tempat tinggal anak ojek payung," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Susanto melalui pesan singkat, Selasa (3/6/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com