JAKARTA, KOMPAS.com — 
PT Kereta Api Indonesia berencana menghentikan operasional Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara, mulai Sabtu (25/10). Lokasi keberangkatan dan kedatangan penumpang dipindah ke Stasiun Pasar Senen untuk mengefektifkan operasi. Selanjutnya, stasiun itu akan difungsikan untuk mendukung angkutan barang.

Kepala Humas PT KAI Daop I Jakarta Agus Komarudin, Rabu (22/10), menyebutkan, tiga kereta api penumpang yang biasa melayani rute dari dan ke Stasiun Tanjung Priok adalah KA Bengawan, KA Brantas, dan KA Kertajaya. Operasi ketiganya dinilai kurang efektif karena jumlah penumpang yang berangkat dan turun di stasiun itu relatif kecil.

”Penumpang KA Brantas, misalnya, rata-rata 40-50 orang. Padahal, kapasitasnya bisa mencapai 800 orang. Penumpang kereta lain yang memulai dan mengakhiri perjalanan di Tanjung Priok juga jauh dari kapasitas,” ujarnya.

Menurut Agus, keberangkatan dan kedatangan tiga kereta itu akan dipindah ke Stasiun Pasar Senen. Pengalihan dimulai pada 25 Oktober untuk KA Brantas yang biasa melayani rute Tanjung Priok-Kediri. KA Brantas biasa berangkat pukul 15.35 dari Tanjung Priok, menurut rencana, berangkat dari Pasar Senen pukul 16.00.

Adapun KA Bengawan, jurusan Purwosari, yang biasa berangkat pukul 11.55 dari Tanjung Priok, dialihkan ke Pasar Senen pukul 13.35 mulai 1 November. Sementara KA Kertajaya, jurusan Pasar Turi Surabaya, dialihkan ke Pasar Senen mulai 3 November.

Agus menambahkan, Stasiun Tanjung Priok selanjutnya akan dimanfaatkan untuk mendukung Stasiun Sungai Lagoa dan Stasiun Pasoso dalam pengangkutan barang. Selain itu, pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian, juga berencana menghidupkan rute KRL Tanjung Priok-Kampung Bandan.

Kepala Stasiun Tanjung Priok Mochamad Ridwan Subarkah menambahkan, selain penumpang berangkat, jumlah penumpang yang turun di Stasiun Tanjung Priok juga relatif kecil. Penumpang KA Kertajaya yang turun rata-rata hanya sekitar 90 orang per hari. Adapun penumpang KA Brantas dan KA Bengawan yang turun sekitar 30 orang per hari. Menurut Ridwan, operasional kereta akan lebih efektif dengan pemindahan itu. Pengangkutan penumpang kereta ekonomi diharapkan lebih efisien dengan mengonsentrasikannya di Stasiun Pasar Senen.

Sejumlah penumpang menyayangkan rencana itu. Namun, mereka pasrah. Mereka berharap harga tiket tetap terjangkau dan pelayanan lebih baik.

Nasiroh (43), calon penumpang warga Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengatakan, dirinya biasa naik KA Bengawan untuk pulang ke kampung halamannya di Wonogiri, Jawa Tengah. Selain dekat dengan tempat tinggal, ongkos perjalanan dengan kereta hanya Rp 50.000 sekali jalan.

”Biar pindah dari Tanjung Priok ke Pasar Senen asal tiket tetap murah dan pelayanan lebih baik. Selama ini, tiket kereta ekonomi jauh lebih murah daripada naik bus atau pesawat,” kata Nasiroh.

Angkutan barang

Menurut Ridwan, setelah pemindahan itu, Stasiun Tanjung Priok akan dipakai untuk mendukung kereta barang. Saat ini, ada 16 perjalanan kereta barang yang berangkat dan datang di Stasiun Tanjung Priok.

Perjalanan kereta barang cenderung bertambah. Menurut Ridwan, kini ada delapan kereta dengan total 120 gerbong yang berangkat dari Tanjung Priok setiap hari. Dalam waktu dekat, jumlahnya ditargetkan bertambah hingga 240 gerbong. Keberadaan Stasiun Tanjung Priok mendukung operasi Stasiun Sungai Lagoa dan Stasiun Pasoso yang mengangkut barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya.

Dua tahun terakhir, kereta barang semakin dilirik pengusaha. Kereta dinilai kompetitif dibandingkan dengan truk dari sisi ketepatan waktu, keamanan barang, dan daya angkut. Namun, upaya pengembangannya terhambat, seperti rencana pembangunan terminal peti kemas di Tanjung Priok.

Hingga kini, pengosongan lahan di sekitar Stasiun Sungai Lagoa dan Stasiun Tanjung Priok belum tuntas. Sebagian warga yang tinggal di RW 007, 011, dan 012 Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok, menolak pindah. Mereka menuntut kejelasan hak dan ganti rugi.

PT KAI berencana membangun terminal peti kemas (dry port) di lahan seluas 28 hektar yang masuk wilayah tiga RW tersebut. Area itu berada di sisi barat Stasiun Tanjung Priok dan sisi selatan Stasiun Sungai Lagoa.

Pengosongan lahan telah dimulai sejak Desember 2013. Petugas memulainya dengan meratakan bangunan yang telah ditinggalkan penghuni yang sebagian adalah keluarga eks karyawan PT KAI. Namun, pengosongan tak segera selesai.

Pengosongan menarget 28 hektar lahan milik negara yang pengelolaannya diserahkan kepada PT KAI di kawasan itu. Hingga awal Maret 2014, pengosongan terealisasi sekitar 6,3 hektar. Menurut Agus, tidak ada ganti rugi untuk pengosongan lahan itu. Sesuai peraturan dan kebijakan direksi, PT KAI hanya memberikan kompensasi biaya pindah, bukan ganti rugi lahan sebagaimana dituntut sebagian warga.

Pembangunan kawasan itu terkait Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 tentang Penugasan kepada PT KAI untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok- Tangerang-Bekasi.

Keberadaan dry port di Tanjung Priok akan menopang arus barang dari dan ke luar negeri ataupun Indonesia. Fungsinya mendukung konsolidasi muatan, penumpukan kontainer, dan pergudangan yang mendukung distribusi barang melalui jalur kereta api. (MKN)