Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Ikut Merasakan Saat Mata Tak Melihat...

Kompas.com - 07/12/2014, 11:40 WIB
Adysta Pravitra Restu

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 400 orang menutup matanya dengan penutup mata hitam. Mereka berjalan beriringan bersama 100 orang penyandan tuna netra, di acara Fellowship of Netro Community (Fency) yang berlangsung saat car free day di kawasan Sudirman-Thamrin.

Aksi jalan santai bersama bertajuk Sunday Morning Gathering (SMG) ini dimulai dari depan Hotel Grand Hyatt, Bundaran HI dan berakhir di sisi silang Monumen Nasional Barat Daya. Mereka berjalan dengan membentuk barisan dan saling memegang pundak peserta lain.

Formasinya, ada penyandang tuna netra yang posisinya di depan relawan. Ada pula yang berjalan relawan menuntun tuna netra.

"Harusnya ada juga yang berjalan relawan dan relawan, tapi mereka justru maunya sama tuna netra untuk berkenalan dan bisa berinteraksi langsung," kata Ketua Pelaksana SMG, Tarini, Minggu (7/12/2014).

Tarini mengatakan, aksi yang berlangsung sekitar 2 jam itu guna menyosialisasi cara berjalan tunanetra saat bersama masyarakat normal. Menurut dia, masyarakat tidak boleh memperlakukan penyandang tunanetra dengan ditarik.

Cara mengarahkan tunanetra, kata dia, cukup dengan memegang bahunya. Hal itu, lanjut dia, dengan sendirinya menyadari tuna netra untuk mengikuti jalur yang benar.

"Tadi masih ada yang narik tangan mereka (tuna netra). Padahal penyandang tuna netra itu tidak usah dituntun, tinggal sentuh bahu juga bisa," tutur wanita yang akrab disapa Rini.

Perdana menyelenggarakan aksi ini, Rini pun meminta penyandang tuna netra mengeluarkan tongkat masing-masing. Sebab, tambah dia, para mereka baru mengetahui bahwa ada orang yang menutup mata untuk berjalan bersama mereka.

"Tongkat itu kan kalau ada hambatan jadi tidak bisa nabrak langsung," ucap dia.

Rini pun menyatakan, tujuan dari aksi bertema "Walk for Hope" itu adalah mengedukasi masyarakat agar lebih membangun kehidupan sosial dan bisa merasakan langsung kekurangan tuna netra selama ini. Selain itu, beberapa tuna netra yang menjalankan wirausaha juga berpartisipasi dengan menggelar produk usaha masing-masing. Ada pula stand di garis finish yang menyediakan jasa pijat refleksi langsung dari tangan-tangan ahlinya.

Nantinya, mereka akan diajak ke puncak Monas. Rini mengatakan, penyandang tunanetra yang belum merasakan puncak Monas dapat sekaligus mengetahui suasana di ketinggian 132 meter itu. Para relawan pun, sebut dia, turut serta ke puncak Monas untuk mendeskripsikan pemandangan, lokasi, serta gedung-gedung Jakarta yang terlihat dari Puncak Monas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Megapolitan
15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Megapolitan
Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Megapolitan
Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Megapolitan
Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Megapolitan
Heru Budi Usul Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Usul Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com