"Jika wakil rakyat reses, dia menyerap aspirasi rakyat. Aspirasi itu disampaikan ke mitranya, yaitu eksekutif, melalui alat kelengkapan DPRD, yaitu komisi-komisi," ujar Rasman di Gedung DPRD DKI, Selasa (3/3/2015).
Rasman mengatakan, DPRD melakukan usulan sesuai dengan hasil reses mereka dan proses penyusunan APBD berjalan sesuai prosedur pada awalnya.
Ketika sidang paripurna pembahasan APBD lalu, kata Rasman, Gubernur Basuki bahkan menyampaikan apresiasi kepada DPRD DKI karena telah selesai melakukan pembahasan RAPBD 2015 dengan total Rp 73 triliun.
Rasman mengatakan, sampai sejauh itu, tidak ada yang salah dengan prosesnya. Kemudian, kata Rasman, barulah muncul istilah anggaran siluman yang keluar dari Basuki. Anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun itu dimasukkan setelah pembahasan RAPBD.
Rasman menganggap hal inilah yang tidak masuk akal. "Bagaimana mungkin anggota Dewan susupkan anggaran Rp 12,1 triliun ke dalam pos-pos tertentu tanpa persetujuan sidang paripurna?" ujarnya.
Setelah sidang paripurna, kata dia, RAPBD sudah berada kembali di pihak eksekutif. Draf APBD tersebut siap diserahkan ke Kemendagri untuk dievaluasi. Rasman mengatakan, tidak ada celah bagi DPRD untuk memasukkan kembali anggaran ke dalam draf APBD, misalnya menitipkan anggaran kepada pos-pos tertentu. Terlebih lagi, koordinator panitia anggaran dari eksekutif adalah sekretaris daerah yang berwenang menghubungkan DPRD dengan eksekutif.
Rasman juga mengatakan bahwa anggaran siluman ada sebelum pembahasan paripurna. Anggaran tersebut boleh untuk tidak disepakati. Ahok sebagai Gubernur DKI berhak untuk tidak menandatangani draf tersebut.
Atas pertimbangan ini, kata Rasman, DPRD DKI tidak merasa keberatan dengan laporan Ahok ke KPK. Sebab, DPRD tidak merasa salah. Selain itu, Rasman juga berbicara mengenai konsep e-budgeting dan e-catalog yang digunakan Ahok.
Rasman menilai, DPRD DKI sangat mengapresiasi penggunaan konsep tersebut. Akan tetapi, penyusunan anggaran tetap harus mengacu kepada prosedur yang ada. Pada prosedur yang ada saat ini, penyusunan APBD harus disepakati oleh eksekutif dan legislatif.
Dia mengaku kecewa karena Ahok malah menuduh anggota Dewan melakukan korupsi pada dana Rp 12,1 triliun itu.
"Karena itu, DPRD DKI akan melakukan upaya hukum, yaitu melaporkan Saudara Ahok karena memalsukan, berbohong, dan memfitnah lembaga DPRD, pimpinan DPRD, dan anggota DPRD," ujar Rasman.
Untuk diketahui, dalam RAPBD 2015 versi DPRD yang diterima Kompas.com, Dewan mengusulkan berbagai pengadaan yang nilainya cukup besar.
Usulan-usulan itu juga sudah dibantah oleh eksekutif. Mereka merasa tidak mengajukan. Beberapa di antaranya adalah pengadaan buku trilogi Ahok dan pengadaan UPS di sekolah-sekolah dan kelurahan. [Baca: Kadisdik DKI Tegaskan Tak Tahu soal Buku Trilogi Ahok]
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.