JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga yang terkena dampak normalisasi Waduk Pluit mengeluhkan maraknya praktik jual beli ilegal unit Rumah Susun Sederhana Sewa Muara Baru, Jakarta Utara. Hal ini disebabkan fasilitas untuk relokasi warga sasaran penertiban tersebut justru telah terisi oleh penghuni yang diduga tak berhak menempati rusun.
"Kami sebentar lagi terkena gusuran, dan unit di Rusunawa Muara Baru telah habis. Padahal, yang tinggal di sana banyak orang berpunya," kata Halimah (36), warga RT 020 RW 017, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (21/4).
Ibu tiga anak ini meyakini, praktik jual beli rusun banyak terjadi. Satu unit rusun kabarnya bisa dijual dengan harga hingga Rp 30 juta. Akibatnya, rusunawa yang diperuntukkan bagi warga tidak mampu itu akhirnya dihuni mereka yang berpenghasilan lebih.
Hal yang sama dikeluhkan Darti (50), warga Pluit lainnya. Darti mengungkapkan, warga selama ini telah menuruti kemauan pemerintah untuk dipindah sebagai imbas normalisasi waduk. Akan tetapi, tentu warga juga tidak ingin dipindah ke tempat yang jauh dari lokasi kerja.
"Kami mencari nafkah di Muara Baru sini, anak kami juga sekolah (di sini). Tiba-tiba kami dipindah ke Marunda di Cilincing yang jauh. Padahal, Rusunawa Muara Baru banyak yang diperjualbelikan. Lihat saja di sana, banyak mobil yang parkir. Kalau warga sini, mana bisa punya mobil," ujar Darti.
Yang dikemukakan Darti memang terlihat di Rusunawa Muara Baru, Selasa siang. Belasan hingga puluhan mobil berbagai jenis terparkir rapi di kompleks Rusunawa yang diresmikan pada tahun 2012 lalu itu.
Beberapa mobil masih ditutupi kain khusus penutup mobil. Menurut warga penghuni rusun yang tidak mau disebutkan namanya, mobil-mobil tersebut memang milik orang yang tinggal di kompleks yang sama.
Sebelumnya, Jumat (17/4), petugas Dinas Perumahan DKI Jakarta dan pihak terkait melakukan inspeksi mendadak di sejumlah unit rusunawa. Sebanyak 40 unit rusun ditemukan dihuni warga yang tidak sesuai dengan surat perjanjian aslinya.
Lurah Penjaringan Suranta mengatakan, ke-40 unit rusun itu kini disegel pemerintah. Menempati unit rusun yang tidak sesuai surat perjanjian adalah pelanggaran dan sanksi bisa diterapkan. "Kalau dibilang ada yang diperjualbelikan, kami pasti akan tindak karena sudah pasti nama pemilik surat perjanjian dan orang yang menempati berbeda," ujarnya.
Pembongkaran dilanjutkan
Pada hari yang sama, pembongkaran bangunan di sisi timur waduk, khususnya bangunan di atas Kali Gendong, kembali ditertibkan. Sebulan terakhir, 310 bangunan warga dibongkar.
Koordinator Normalisasi Waduk Pluit Heriyanto menuturkan, pembongkaran bangunan dilanjutkan untuk mempercepat program normalisasi. Selain untuk pengerukan waduk, fungsi Kali Gendong yang selama ini diokupasi harus dikembalikan.
"Kami berharap 2.000 bangunan bisa segera selesai hingga lima bulan mendatang. Dengan demikian, program normalisasi tetap sesuai jadwal dan memberikan dampak sebelum memasuki musim hujan ke depan," kata Heriyanto.
Adapun terkait lokasi pemindahan warga, untuk sementara warga dipindahkan ke Rusunawa Marunda atau Rusunawa Komaruddin. Sebab, unit rusun di Muara Baru saat ini telah penuh.
Berulang
Praktik alih sewa rusunawa terus terjadi. Selain di Muara Baru, dugaan praktik alih sewa unit ini juga terjadi di Rusunawa Marunda. Seperti dikutip Kompas (25/3), Wt (43), penghuni Rusunawa Marunda, mengatakan, beberapa penghuni sebelumnya menjual unit yang mereka peroleh dari pemerintah ke orang lain dengan harga Rp 5 juta-Rp 12 juta, lalu kembali ke Muara Baru. Penegakan hukum yang lemah menyebabkan praktik merugikan ini berulang.
(JAL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2015, di halaman 27 dengan judul "Warga Protes Jual Beli Rusun".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.