Sebab, ternyata sejak tahun 1981, kolong jembatan tersebut sudah dimanfaatkan sebagai tempat singgah pekerja harian lepas (PHL) kecamatan untuk sekadar istirahat, bahkan tempat tinggal.
Usup bin Syitap (65), salah satu warga tertua yang tinggal di sana, menuturkan, dia dulunya merupakan PHL Kecamatan. Ia pun menyebut bangunan di kolong jembatan tadinya adalah Kantor Seksi Kebersihan Kecamatan Setiabudi.
Bangunan kantor itu telah lama ditempati para PHL. Hingga kini, sebagian penghuni permukiman yang biasa disebut "kampung kolong" itu pun bekerja sebagai PHL Kecamatan Setiabudi. (Baca: Kampung Kolong Jembatan 66 Setiabudi Akan Jadi Tinggal Kenangan)
"Jadi memang ini dulunya kantor. Bukan karena kita ini penghuni liar pakai tempat di sini," ujar dia kepada Kompas.com saat ditemui, Kamis (6/8/2015).
Kemudian, setelah 21 tahun berdiri sebagai kantor, pada 2012, bangunan itu diterjang banjir besar. Sebagian tembok bangunan pun jebol dan barang-barang kantor hanyut.
Pasca-kejadian itu, Usup dan teman-temannya tidak lagi menjadikan bangunan itu sebagai kantor, tetapi beralih menjadi tempat tinggal. Mereka memperbaiki bangunan itu dengan triplek dan kayu-kayu seadanya.
Alhasil, bangunan itu pun berkembang ke tanah-tanah di sekitarnya. Maka, sejak 2002, penghuni kampung kolong semakin ramai.
Dari hanya dihuni pekerja harian lepas dan keluarganya, bertambah dengan kerabat-kerabat lainnya. Hingga kini, ada 77 kepala keluarga yang menghuninya.
Rumah-rumah di sana kebanyakan terdiri dari dua lantai. Lantai duanya lebih banyak mengandalkan beton jembatan.
Para penghuninya membangun sendiri rumah-rumah tersebut dengan tripleks dan kayu-kayu seadanya sehingga konstruksinya pun tidak beraturan.
Meski begitu, fasilitas yang dimiliki sebagian rumah cukup komplet, misalnya memiliki televisi, kipas angin, bahkan mesin ventilator untuk mengeluarkan udara panas.
Saat dikonfirmasi, Camat Setiabudi Fredy Setiawan mengatakan, tempat tersebut bukanlah kantor. Sebab, kantor seksi kebersihan hanya ada di kantor kecamatan.
"Itu bukan kantor, cuma tempat singgah PHL. Kalau sudah dijadikan tempat tinggal berarti itu permukiman liar," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.