Penyalahgunaan ini ditemukan oleh Bank DKI selaku penyalur dana. Dana ditransfer dari Bank DKI untuk satu semester sekaligus. Besarannya sesuai jenjang pendidikan, yaitu SD Rp 210.000, SMP Rp 260.000, SMA Rp 375.000, dan SMK Rp 390.000. Dana hanya bisa dicairkan secara tunai setiap dua pekan sebesar Rp 50.000 untuk SD, Rp 100.000 untuk SMP, dan SMA/SMK Rp 150.000.
Sebagai kartu debet, Kartu Jakarta Pintar (KJP) juga bisa digunakan dalam transaksi nontunai. Inilah salah satu celah munculnya penyalahgunaan dana. Sebab, transaksi nontunai sulit dibatasi dan diawasi.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah memanggil para siswa yang terindikasi menyalahgunakan dana KJP ini. Ada 15 siswa yang hadir untuk memberikan keterangan, didampingi orangtua dan kepala sekolah masing-masing.
Dari keterangan mereka diketahui bagaimana dana KJP bisa berakhir di toko emas dan tempat karaoke. "Rata-rata mereka panik karena ada isu bahwa KJP hanya bisa dicairkan sampai 3 Agustus, setelah itu diblokir. Ada yang mendapat informasi dari mulut ke mulut bahwa kartu bisa digesek untuk mengambil uang tunai, lalu mencobanya. Dari gesek tunai Rp 100.000, uangnya dipotong Rp 15.000. Dari lima kali gesek tunai, mereka mendapat uang Rp 425.000," kata Susie Nurhati dari UPT Pusat Perencanaan Pengendalian Pendanaan Pendidikan Personal dan Operasional, Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Menurut dia, uang itu dibelanjakan juga untuk membeli perlengkapan sekolah. Namun, ada pula yang tidak.
Ada siswa yang kartunya dipinjam oleh temannya saat mereka makan di sebuah restoran. Si teman kemudian mengganti uang yang terpakai dari kartu dengan uang tunai. Ada pula kartu yang digunakan untuk membeli emas dan alat elektronik. Emas dijual lagi untuk mendapatkan uang tunai sedikit lebih banyak.
"Ada pula siswa yang sudah lulus dan sudah bekerja mendapat informasi dari temannya bahwa uang itu bisa untuk beli sepatu. Siswa ini memiliki saudara yang bekerja di sebuah SPBU di Pegangsaan yang bilang, kartu bisa digesek di SPBU untuk ambil tunai. Di situ dia menarik uang tunai Rp 412.000 dan digunakan untuk membeli sepatu," tutur Susie.
Nama-nama siswa itu sejauh ini masih dirahasiakan. Namun, dinas pendidikan berencana memublikasikan nama-nama mereka agar jera. Kartu mereka sudah diblokir dan bantuan KJP dihentikan.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budiman mengaku sulit mengawasi penggunaan dana KJP yang tahun ini diterima 489.150 siswa. Pembatasan transaksi tunai dinilai sudah tepat sehingga jika terjadi penyalahgunaan bisa dengan mudah ditelusuri alurnya.
Digunakan orang lain
Bank DKI akan terus menyisir penggunaan dana KJP dan melaporkannya ke Pemprov DKI jika ditemukan penyalahgunaan. Direktur Utama Bank DKI Kresno Sediarsi mengatakan, kartu ATM KJP sudah didesain sesuai permintaan Pemprov DKI.
"Jika kartu digunakan untuk menarik uang di ATM melebihi jumlah yang ditetapkan, mesin akan menolaknya. Namun, kartu itu bisa digunakan untuk belanja dengan mesin EDC di semua tempat yang berlabel Prima. Kami tentu tidak bisa mengendalikan penggunaan kartu di EDC tempat karaoke. Sering kali penggunanya pun bukan siswa yang bersangkutan, tetapi orang lain," katanya.
Bank DKI mengimbau agar toko, pusat perbelanjaan, atau tempat lain yang tidak menjual perlengkapan pendidikan tidak menerima transaksi menggunakan KJP. Corporate Secretary Bank DKI Zulfarshah mengatakan, tampilan fisik kartu KJP dan kartu debet Bank DKI pada umumnya berbeda. Di kartu KJP jelas-jelas tertulis Kartu Jakarta Pintar.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta menghentikan bantuan dana KJP untuk 19 siswa. Mereka terbukti menggunakan bantuan untuk keperluan di luar pendidikan. Keputusan itu diambil setelah melalui pemeriksaan dan klarifikasi atas dugaan penyalahgunaan dana KJP, antara lain untuk membeli barang elektronik, emas, bahan bakar minyak, dan karaoke.