"Seharusnya, temuan itu bisa jadi petunjuk bagi Bareskrim untuk menjerat pimpinan Komisi E DPRD DKI periode saat itu. Di temuan itu kan sudah dinyatakan tanda tangannya dari mereka," kata Febri kepada Kompas.com, Selasa (18/8/2015).
Febri menyayangkan apabila temuan tersebut tidak dijadikan pertimbangan bagi Bareskrim. Bila demikian, Febri menilai asumsi yang menyatakan polisi tak bertaring dalam penanganan kasus korupsi makin benar adanya.
Secara khusus, ia mengkritik penanganan kasus tersebut yang belum ada perkembangan signifikan. "Sekarang ini saja penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim menimbulkan tanda tanya, kok tidak ada perkembangan. Masa tersangkanya cuma dari eksekutif saja. Buwas (Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso) itu harus berani tegas sama koruptor, jangan beraninya cuma sama aktivis antikorupsi," ujar Febri.
Berdasarkan draf laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, BPK menyatakan pengadaan UPS tidak tercantum dalam rencana kerja dan anggaran (RKA) eksekutif, baik di BPAD maupun di masing-masing suku dinas, Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
"Penambahan kegiatan pengadaan UPS pada anggaran BPAD dan anggaran masing-masing suku dinas hanya didasarkan pada hasil pembahasan internal Komisi E DPRD DKI, yang hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E DPRD DKI," tulis BPK di halaman 214 draf tersebut.