Terlebih lagi, penertiban kawasan Kampung Pulo dilakukan demi menjalankan program normalisasi Kali Ciliwung dan meminimalisasi bencana banjir di Ibu Kota. (Baca: Komisi A DPRD: Kita Mengutuk Sikap Aparat di Kampung Pulo)
"Saya kira itulah yang menyebabkan pasca-reformasi, kita itu susah menegakkan hukum karena banyak politisi seperti Syarif yang lebih mementingkan dapat suara walaupun melanggar aturan," kata Basuki di Balai Kota, Jumat (20/8/2015).
Seharusnya, lanjut Basuki, Syarif tidak membela warga Kampung Pulo. Sebab, mereka sudah jelas melanggar aturan yang berlaku.
Ahok, sapaan Basuki, menganggap warga Kampung Pulo menduduki lahan negara dengan membangun permukiman liar. Bahkan, Pemprov DKI tidak hanya menggusur permukiman mereka, tetapi juga memberi unit rusun yang sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas.
"Syarif lupa kalau saya Gubernur itu enggak penting dapat suara. Yang penting aturan ditegakkan. Jadi, memang, Syarif itu kelasnya bukan negarawan, masih kelas politisi," kata Basuki tersenyum sinis. (Baca: Anggota DPRD Geleng-geleng Tonton Bentrok Kampung Pulo sambil Sindir Ahok)
Sebelumnya, Syarif menyayangkan sikap aparat yang melakukan penggusuran di Jalan Jatinegara Barat. Penggusuran tersebut berlangsung ricuh akibat bentrok antara aparat pelaku penggusuran dan warga Kampung Pulo.
"Kami mengutuk aparat. Kenapa tidak bisa melakukan penggusuran dengan cara baik-baik gitu ya?" ujar Syarif.
Syarif menilai, Pemprov DKI tidak memiliki metode penyelesaian konflik yang baik. Bahkan, Syarif menyarankan agar aparat mundur jika warga mulai melakukan tindakan anarkistis, seperti membakar ekskavator dan melempar batu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.