Sesampainya di pintu kedatangan Terminal 2, Satinah ditemani dua saudaranya yang menjemput bersama perwakilan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan perwakilan Kementerian Luar Negeri.
Ekspresi Satinah terlihat riang, tetapi sedikit kelelahan. Dari dalam pesawat, Satinah harus dibopong untuk duduk di kursi roda sebelum dijemput mobil ambulans untuk dibawa ke Rumah Sakit (RS) Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Satinah dinyatakan terkena stroke sehingga harus segera dirawat dan istirahat penuh di sana. "Tadi kami ajak ngobrol, masih bisa ngomong. Cuma, Ibu Satinah belum bisa diganggu dulu. Jadi, saya mohon sama rekan-rekan media supaya jangan ditanya-tanya dulu," kata Direktur Pemberdayaan BNP2TKI Arini Rahyuwati yang ikut mendampingi Satinah.
Tidak lama setelah Satinah tiba di bandara, sebuah mobil ambulans datang yang kemudian membawanya ke RS Polri.
Satinah sempat divonis hukuman mati di Arab Saudi, tempat dia bekerja, atas kasus pembunuhan terhadap majikannya, Nura Al Gharib (70), pada 17 Juni 2007. Namun, pada tanggal 30 Agustus 2015, pengacara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Arab Saudi, Radhwan Al Musigheh, menginformasikan Satinah sudah bisa pulang.
Pada hari itu, Satinah juga dipindahkan dari penjara Buraidah ke penjara Riyadh untuk segera dipulangkan. Pembunuhan tersebut tidak terencana, tetapi sebagai luapan emosi Satinah akibat dipukul oleh majikan dengan penggaris kayu.
Satinah membunuh dengan memukul tengkuk majikannya menggunakan penggiling roti. Panik, Satinah kabur dengan membawa tas yang di dalamnya terdapat uang senilai 37.000 riyal. Pada hari itu juga, Satinah ditangkap oleh Kepolisian Buraidah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.