"Penumpang harus mulai dibiasakan bertransaksi sendiri menggunakan teknologi. Supaya modern, supaya tidak bolak-balik ke loket terus," ujar Direktur Utama PT KCJ Muhammad Nurul Fadilla saat acara peluncuran vending machine di Stasiun Juanda, Jumat (18/9/2015).
Penggunaan vending machine dalam layanan transportasi perkotaan sejatinya adalah hal yang lumrah dan telah banyak dilakukan di negara-negara tetangga. Meski demikian, hal ini belum terjadi di negara kita sendiri.
Akibatnya, antrean panjang calon penumpang di depan loket menjadi sesuatu yang masih sering kita temui sampai saat ini. Padahal, antrean panjang merupakan hal yang paling dihindari oleh masyarakat dengan tingkat mobilitas tinggi seperti yang ada di Jakarta.
"Kata orang, jadi orang kota itu jangan ribet di urusan antrean, karena mobilitas kita harus tinggi. Harus cepat. Jangan waktu habis hanya untuk ngantri," ujar Fadilla.
Tidak semua stasiun
Jumlah vending machine yang dibeli oleh PT KCJ untuk pengadaan tahun ini ada sekitar 50 unit. Alat seharga Rp Rp 350 Juta per unit itu ditargetkan sudah bisa dioperasikan paling lambat pada akhir tahun.
Meski demikian, ke-50 unit alat tersebut tidak akan disebar di 50 stasiun. Menurut Fadilla, penempatan vending machine akan disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk tahap awal, alat ini direncanakan hanya akan dipasang di stasiun-stasiun dengan volume penumpang yang tinggi. Hal itu merupakan salah satu cara untuk mengurai antrean penumpang, terutama pada saat jam-jam sibuk.
"Seperti di Bogor, Depok, Serpong, Bekasi, Tanah Abang, Manggarai, Kota. Nanti di tiap stasiun ada yang dua, ada yang tiga. Kalau di Manggarai mungkin bisa sampai enam. Kalau untuk stasiun yang penumpangnya sedikit, seperti di Tigaraksa, mungkin kita tiadakan dulu," papar Fadilla.
Mantan Dirut PT Railink ini mengatakan bahwa vending machine dapat digunakan untuk berbagai jenis kartu yang dikeluarkan oleh PT KCJ, mulai dari kartu multitrip (KMT) hingga tiket harian berjaminan (THB). Meski demikian, alat ini hanya bisa menerima mata uang kertas pecahan Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000.
"Kenapa Rp 50.000 dan Rp 100.000 tidak bisa? Supaya alatnya ini tidak dijadikan tempat untuk penukaran uang. Kalau naik KRL ini kan transaksinya paling banyak Rp 20.000," pungkasnya.