Agar nantinya, Metromini bisa dibayar dengan sistem rupiah per km. Namun, hal tersebut tidak pernah ditanggapi oleh Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta.
"Kami sangat ingin (bergabung). Ini udah lama sebetulnya, Gubernur juga udah bilang," kata Tigor, ketika dihubungi, Senin (7/12/2015).
"Tapi permasalahannya, ini Dishub kurang cerdas menterjemahkan policy Ahok. Gimana buat Metromini agar bisa akses masuk ke manajemen Transjakarta."
"Saya sendiri udah pernah mengajukan sejak tahun 2012 ke Dishub tapi gak pernah dapet respons untuk peremajaan dan revitalisasi," kata dia.
Pengintegrasian tersebut, menurut pria yang mengaku hanya memiliki 10 bus metromini itu, seperti konsep di Guangzhou, Cina. Angkutan antara Bus Rapid Transit (BRT) dengan non-BRT saling terintegrasi dalam satu sistem.
Namun, memang seharusnya dilakukan survei terlebih dahulu mengenai pendapatan dalam satu trayeknya.
"Katanya kan metromini enggak jelas manajemennya. Padahal, strateginya bisa macem-macem. Ya udah revitalisasi lewat Kopaja aja."
"Memang kan Metromini enggak ada badan hukumnya. Daripada bikin baru, mending lewat Kopaja aja, pemprov sebagai pengawas."
"Ini pernah saya ajukan ke Dishub, ayo kita coba satu trayek, kita undang pemilik-pemilik, kita revitalisasi speknya (spesifikasi), nanti Pemprov jadi penjamin bersama Kopaja," katanya.
Para pemilik metromini yang lainnya pun, menurut Tigor, telah bersedia diintegrasikan. Kini pihaknya hanya tinggal menunggu dari pihak Dishubtrans Jakarta.
Manajemen metromini sampai saat ini dikenal cukup berantakan. Beberapa pengusaha mengklaim sebagai pengurus resmi PT Metromini. Berbeda dengan Kopaja yang seluruhnya dalam satu kepenguruan. (Mohamad Yusuf)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.