JAKARTA, KOMPAS.com — Yusril Ihza Mahendra memulai langkahnya sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta dengan bersilaturahim ke tokoh-tokoh dan petinggi partai politik beberapa waktu lalu.
Dalam suatu kesempatan, Yusril juga menyebutkan masih berencana mengunjungi sejumlah tokoh lain untuk mendiskusikan perihal niatnya maju sebagai DKI 1, salah satunya ke Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Melihat posisinya sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), cara Yusril mendekati tokoh dan partai politik dinilai merupakan cara yang tepat.
Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menjelaskan, Yusril memerlukan dukungan dari partai politik lain karena posisi Partai Bulan Bintang di Jakarta tidak terlalu kuat.
"PBB lemah sekali di Jakarta. Dia perlu ngobrol dengan tokoh-tokoh lain. Ada dua fungsi dari ngobrol-ngobrol itu, sebagai bentuk sopan santun, dan untuk menaikkan popularitas dia juga," kata Hendri kepada Kompas.com, Senin (7/3/2016).
Bentuk sopan santun yang dimaksud adalah upaya meminta dukungan secara tidak langsung ke pihak yang didatangi Yusril. (Baca: Yusril Berguru kepada SBY untuk Kalahkan Ahok)
Sementara itu, soal menaikkan popularitas, itu menjadi semacam bonus dari silaturahim yang dilakukan karena setiap Yusril berencana mengunjungi salah satu tokoh, peristiwa itu akan dikabarkan oleh media.
Terlepas dari upayanya berkomunikasi dengan tokoh dan partai politik terkait, Yusril dinilai perlu juga untuk turun ke masyarakat memperkenalkan dirinya. Selama ini, menurut pandangan Hendri, Yusril kental dengan sosoknya sebagai seorang elite politik dan orang yang berpengalaman di tatanan pemerintahan.
"Penting untuk Yusril dia bisa lebih ke bawah, grass road (akar rumput masyarakat) karena dia kan masih di kalangan elite walaupun sebenarnya, dia tokoh yang fenomenal," tutur Hendri. (Baca: Yusril Coba Dekati Megawati Jelang Pilkada DKI)
Yusril menjadi salah satu bakal calon gubernur DKI Jakarta yang optimistis bertarung dengan Basuki dan bakal calon gubernur lainnya.
Dia juga mengaku punya konsep pembenahan Jakarta yang lebih mengedepankan faktor kemanusiaan dan hukum ketimbang faktor kekuasaan.