"Kami coba konfirmasi ke saksi ahli di Kementerian Pertanian bahwa ambang batasnya 0,03 ons, sedangkan yang terkandung dalam lada maupun ketumbar tersebut 7,5 dan 0,5 ons. Jadi jauh diambang batas yang telah ditentukan," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Kamis (10/3/2016).
Agung mengatakan, zat kimia berjenis Hidrogen Peroksida (H2O2) sama sekali tidak boleh digunakan untuk bahan pangan. (Baca: Terungkap, Penjualan Ketumbar Berbahan Kimia dengan Untung Rp 100 Juta Per Bulan).
Hidrogen Peroksida (H2O2) merupakan salah satu zat kimia yang ditmukan dalam ketumbar dan lada milik E. Selain itu, polisi menemukan Sodium Bicarbonate (NaHCO3).
Menurut Agung, Sodium Bicarbonate (NaHCO3) boleh digunakan untuk bahan pangan asalkan sesuai batasan.
"Hidrogen Peroksida sering digunakan untuk anti-jamur, bleaching, pemutih gigi, kemudian untuk pemutih pakaian atau untuk industri digunakan untuk pembuatan senyawa roket. Senyawa itu tidak boleh sama sekali digunakan untuk tambahan pangan," kata dia.
Agung menuturkan, untuk kasus ini, pelaku biasa mencampur 500 kilogram lada bahan dengan delapan ons zat sodium bicarbonate dan 20 kilogram zat hidrogen peroksida.
Sementara itu, untuk ketumbar, pelaku mencampur 250 kilogram ketumbar dengan 20 kilogram zat hidrogen peroksida.
Terkait ketumbar dan lada yang dicampur bahan kimia ini, Subdit Indag Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menetapkan E sebagai tersangka.
Adapun E adalah pemilik industri rumahan bernama UD MMJ di Pergudangan Kosambi Permai, Kabupaten Tangerang yang digerebek polisi. (Baca: Sulitnya Membedakan Ketumbar Berbahan Kimia Berbahaya dan Murni...).
Dari lokasi tersebut, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa, 4 ton ketumbar siap edar, 1,25 ton lada super siap edar, 1,25 ton lada KW 2 siap edar, 8,8 ton lada bahan, 30 buah jerigen zat hidrogen peroksida, 14 kilogram zat sodium bicarbonate, 10 kipas angin, karung dan barang bukti lain.