JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam beberapa bulan ke depan berencana menertibkan permukiman warga di Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara.
Alasannnya, mereka menganggap lahan yang ditempati warga tersebut berstatus lahan milik negara. Namun, klaim tersebut diragukan oleh warga Luar Batang.
Lewat kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, warga menantang Pemprov DKI untuk menunjukkan sertifikat sebagai bukti bahwa lahan tersebut memang berstatus lahan negara.
(Baca juga: Yusril: DKI Harus Negosiasi jika Mau Gunakan Tanah Luar Batang)
Sampai sejauh ini, Pemprov DKI belum bisa menunjukkan sertifikat untuk klaim mereka itu.
Sekretaris Daerah Saefullah mengaku belum bisa memastikan keberadaan sertifikat karena belum mengecek data, yang ada di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
"Soal sertifikatnya saya enggak hafal. Saya mau cek dulu di BPKAD," ujar Saefullah di Balai Kota, Rabu (4/5/2016).
(Baca juga: Sekda DKI Balik Pertanyakan Sertifikat Hak Milik Warga Luar Batang)
Saat Kompas.com mencoba menanyakan hal itu ke BPKAD, Kepala BPKAD Heru Budi Hartono melontarkan jawaban yang hampir sama dengan Saefullah. "Harus dicek dulu," ujar Heru.
Di tengah tak kunjungnya Pemprov menunjukkan sertifikat bukti kepemilikan itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama malah meminta agar warga Luar Batang, yang memiliki sertifikat hak milik, untuk bersedia menjual lahannya kepada Pemprov DKI.
Namun, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh warga.
Sama-sama tak punya sertifikat?
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan, baik Pemprov DKI maupun warga sama-sama tidak memiliki sertifikat.
Pengacara dari LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy, menyatakan, UU Pokok Agraria memang menyatakan semua tanah, baik yang dimiliki warga maupun pemerintah, adalah tanah negara.
Khusus untuk yang dimiliki pemerintah, Alldo menyatakan lahannya wajib disertifikatkan.
"Tanah pemerintah ini di UU Perbendaharaan Negara (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004) wajib untuk disertifikatkan," kata Alldo di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016).
Namun, Alldo mengatakan, Pemprov DKI tidak pernah mengurus sertifikat tersebut.
Ia kemudian mengingatkan kembali mengenai pernyataan Gubernur Basuki yang pernah mengatakan bahwa tanah yang bersertifikat di Jakarta baru 25 persen.
Menurut Alldo, pernyataan itu dilontarkan Basuki pada 2012, saat masih menjadi Wakil Gubernur.
(Baca juga: Pemprov DKI Belum Bisa Tunjukan Sertifikat Kepemilikan Lahan Luar Batang)
Karena Pemprov belum memiliki sertifikat kepemilikan, Alldo menilai tidak seharusnya Pemprov menggusur permukiman warga Luar Batang, apalagi sampai mengerahkan TNI.
"Karena sama-sama tidak punya sertifikat, Pak Ahok kemudian klaim itu tanah negara dan langsung menggusur warga negara dengan menggunakan aparat (TNI) yang tidak berwenang sama sekali," kata Alldo.