JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok relawan "Teman Ahok" beserta sejumlah gerakan pendukung gerakan calon independen lainnya, Jumat (17/6/2016) siang, mengajukan gugatan judicial review atas hasil revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar hukum tata negara yang juga berambisi maju pada Pilkada DKI 2017, Yusril Ihza Mahendra, enggan menanggapi hal ini. Yusril khawatir tanggapannya itu akan disalahartikan.
"Ya saya nggak bisa komentarlah, kalau ke MK silakan. Saya nggak mau mengomentari UU Pilkada karena saya menjadi pihak yang akan ikut pemilihan," katanya di Masjid Agung Al-Azhar, Jumat.
Yusril mengaku belum memahami secara jelas UU Pilkada yang dianggap menjadi masalah. Ia hanya tersenyum saat ditanya apakah UU itu dapat mengganjal calon perseorangan.
"Lebih baik saya nggak usah berkomentar. Karena kalau komentar nanti dianggap saya punya kepentingan, jadi saya diam saja," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.
Juru Bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas, mengatakan bahwa mereka megajukan gugatan karena ada pasal dalan revisi undang-undang itu yang dinilai menyulitkan calon perseorangan, yaitu Pasal 41 dan 48. Pasal 41 dan 48 adalah dua pasal yang mengatur mengenai syarat dukungan harus berasal dari pemilih yang sudah terdaftar pada pemilu sebelumnya; dan kewajiban melapor dalam waktu tiga hari bagi pemilik data KTP dukungan yang tidak bisa ditemui saat proses verifikasi.
"Kami semua di sini memiliki visi yang sama. Memastikan syarat independen punya kepastian hukum," kata Amalia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.