JAKARTA, KOMPAS.com - Armaini (36) menangis sambil menggendong anaknya, Jumat (15/7/2016) malam. Suaranya yang parau dan terbata-bata membuat Direktur RS Karya Medika II kesulitan mendengar pertanyaannya.
"Saya ingin tahu apa vaksin yang masuk ke tubuh anak saya aman atau tidak, tolong Dokter jelaskan karena saya dan kami semua di sini orang awam, saya berhak tahu karena saya bayar mahal di sini," katanya.
Armaini sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan, sementara suaminya seorang sales. Keterbatasan ekonomi tak mengahalangi Armaini untuk melahirkan, memvaksin, dan merawat anaknya di salah satu rumah sakit terbesar di Tambun, Kabupaten Bekasi ini.
Untuk sekali vaksin saja, Armaini biasanya mengeluarkan uang sebanyak Rp 500.000. Kedua anaknya telah divaksin masing-masing sebanyak 14 kali.
Anaknya yang kedua kini terserang tuberkulosis paru. Armaini pun panik ketika mendengar kabar beredarnya vaksin palsu di RS Karya Medika II. Ia segera meninggalkan pekerjannya untuk mencari penjelasan dari rumah sakit itu.
Namun, penjelasan pihak rumah sakit dirasa mengecewakan. Mereka tidak bisa memastikan dalam surat pernyataan tertulis bahwa vaksin yang digunakan ke pasien aman.
Kekesalan Armaini mungkin dirasakan oleh orangtua lain yang sejak Kamis malam hingga Minggu malam mencari kejelasan ke rumah sakit tempat anak mereka vaksinasi.
Ketua Forum Keluarga Korban Vaksin Palsu RS Sayang Bunda Teja Yulianto mengatakan, mereka telah menghadiri undangan pihak rumah sakit yang mengatasnamakan jajaran manajemen. Namun, mereka kecewa karena tak ada satu pun manajemen rumah sakit yang hadir dalam pertemuan itu.
Sementara di RS Elisabeth, kericuhan sempat terjadi dalam pertemuan antara warga dan pihak rumah sakit. Sejumlah warga yang merasa anaknya menjadi korban vaksin palsu itu marah karena pihak rumah sakit dinilai tidak siap memberikan penjelasan.
Kemarahan pihak orangtua terjadi pada saat pengacara RS Elisabeth, Azas Tigor Nainggolan, membuka pertemuan. Warga tidak bisa menerima pernyataan pengacara yang menyebut bahwa penggunaan vaksin palsu yang diumumkan Kemenkes baru sebatas indikasi.
Sebanyak 14 rumah sakit yang diumumkan Kemenkes menerima vaksin palsu dari CV Azka Medika, terus didatangi para orangtua yang resah. Mereka ingin tahu apakah vaksin yang diterima anak mereka palsu.
Jika benar, mereka meminta pertanggungjawaban dari rumah sakit. Sayangnya, banyak rumah sakit yang dinilai menutup-nutupi. Sebab, data dari Kementerian Kesehatan sendiri tidak menyebut vaksin jenis apa yang terbukti palsu.
Seperti di RS Karya Medika II, pihak rumah sakit awalnya mengumumkan ada delapan jenis vaksin yang palsu. Namun, kemudian meralat informasi menjadi hanya tiga serum yang palsu dan tidak ada satupun yang merupakan imunisasi ke anak.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, Kementerian Kesehatan harus memaksa pihak rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu untuk membuka data pasien yang menjadi korban vaksin palsu tersebut.
Menurut dia, langkah Kemenkes yang mengumumkan 14 rumah sakit pengguna vaksin palsu tersebut tidak cukup memberikan rasa aman kepada pasien.