JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pemerintah DKI Jakarta mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik dilakukan dengan terus mengoptimalkan Transjakarta.
Namun lebih dari satu dekade sejak pertama diluncurkan pada 2004, Transjakarta belum mampu beroperasi pada jadwal yang direncanakan maupun mengejar waktu antarbus (headway) yang ditargetkan.
Direktur Operasional Transjakarta Daud Joseph mengatakan, setidaknya ada dua alasan mengapa hingga saat ini pihaknya belum mampu menerapkan perjalanan terjadwal.
"Pertama, jalur tidak steril. Sulit sekali menjaga bus datang sesuai jadwal kalau kami sendiri masih kena macet," kata Joseph, Sabtu (27/8/2016).
Upaya sterilisasi busway yang digalakan Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI serta kepolisian selama beberapa bulan terakhir belum menuai hasil yang maksimal. Pada jam-jam sibuk, banyak kendaraan yang menerobos busway bahkan yang sudah dibatasi dengan movable concrete barrier (MCB) tinggi.
Ketidaksterilan busway yang cukup parah salah satunya terjadi justru di Koridor 1 jurusan Blok M - Kota. Bus transjakarta yang diberangkatkan dari Terminal Blok M seringkali harus dialihkan melewati Jalan Pattimura dan keluar di Bundaran Senayan.
Seharusnya, Transjakarta melewati Jalan Trunojoyo dan berhenti di halte Masjid Agung yang terletak di Jalan Sisingamangaraja. Pengalihan rute ini hanya berlaku bagi bus-bus transJakarta yang ke arah Kota.
Di Jalan Trunojoyo, busway bercampur dengan kendaraan pribadi. Hal itu terjadi karena ada pembangunan Jalan Layan Ciledug - Tendean. Sementara di Jalan Sisingamangaraja sedang berlangsung pembangunan proyek MRT.
Selain masalah sterilisasi jalur, Joseph juga mengungkapkan soal pengelolaan armada yang masih harus berbagi dengan operator lainnya.
"Masih ada sedikit masalah dengan operator yang terbiasa dengan model lama. Kalau saya kasih skor belum optimal, ya," katanya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menginginkan agar bus antarkota bergabung dengan Transjakarta. Tarifnya, dibuat sama dengan bus Transjakarta yaitu hanya Rp 3.500.
Operator APTB di bawah Transjakarta, memegang kontrak rupiah per kilometer. Joseph menyebut saat ini ada tujuh operator yang bekerja sama dengan Transjakarta yaitu Damri, PPD, Lorena, Mayasari Bhakti, Kopaja, Bianglala, dan Trans Mayapada.
Dengan berbagi busway, otomatis bus-bus dari operator ini juga harus diatur perjalanannya. "Masalahnya, kadang operator janji ngasih 40 bus, ternyata yang datang hanya 38," kata Joseph.
Perbedaan jumlah bus yang beroperasi dengan jumlah bus yang terjadwal, kata Joseph akan mengacaukan seluruh jadwal. Padahal, sistem operasional Transjakarta sudah dilengkapi dengan running board di tiap bus dan contol sheet di pusat pengendalian.
"Kami di Transjakarta saja sulitnya setengah mati melatih para pramudi untuk bisa mengikuti timetable," kata dia.
Joseph mengatakan pihaknya hanya bisa mewujudkan ketepatan waktu pada koridor yang dikelola sendiri. Bulan depan, pihaknya akan meluncurkan rute yang untuk pertama kalinya, akan diswakelola yaitu Rute Sutan JuHi (Taman Suropati - Tugu Tani - Stasiun Juanda - Bundaran HI).
Sebanyak tujuh bus berlantai rendah akan beroperasi di rute satu arah melewati Stasiun Gambir (Jalan Medan Merdeka Timur) - Jalan Banteng Barat - Stasiun Juanda (Jalan Veteran) - Jalan Veteran III - Jalan Medan Merdeka Barat - Jalan MH Thamrin - Bundaran Hotel Indonesia - Jalan Imam Bonjol - Taman Suropati - Jalan RP Soeroso - Tugu Tani - Jalan Menteng Raya - Jalan Ridwan Rais, lalu kembali ke Stasiun Gambir.
"Saya jamin tepat waktu karena rute ini kami swakelola tanpa ada operator lain," ujarnya.