Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Belum Temukan Ada Upaya Rendahkan Martabat Hakim oleh Para Pelapor Hakim

Kompas.com - 20/09/2016, 17:37 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Komisi Yudisial (KY), Farid Wajdi, mengatakan, KY telah menerima laporan dari Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI) serta Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) terkait tiga hakim yang menangani perkara kematian Wayan Mirna Salihin dengan tersangka Jessica Kumala Wongso.

AAMI dan PBHI melaporkan tiga hakim yang menangani perkara itu, yakni Ketua Majelis Hakim Kisworo, anggota Majelis Hakim Binsar Gultom dan Partahi Hutapea, atas dugaan pelanggaran kode etik hakim.

Farid menuturkan, laporan AAMI dan PBHI sedang diproses sesuai prosedur dan ditangani bagian pemantauan untuk menjaga kemandirian persidangan yang masih berlangsung.

"KY melakukan pemantauan baik secara terbuka maupun tertutup. Dari laporan yang ada, KY belum melihat ada upaya untuk merendahkan martabat peradilan dan hakim," kata Farid melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (20/9/2016) sore.

Menurut dia, pihak mana pun dapat menyampaikan laporan mereka kepada KY.

"Masyarakat, NGO (non-governmental organization ), atau pihak lain dapat menyampaikan laporan kepada KY terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH)," kata dia.

Farid mengimbau kepada seluruh hakim agar tidak mengomentari perkara yang sedang ditanganinya atau perkara lain di luar persidangan. Suara hakim disampaikan melalui putusan dalam perkara yang ditanganinya.

Sebelumnya, Binsar meminta KY menjaga harkat dan martabat hakim yang menangani perkara Jessica sesuai Pasal 20 ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Sesuai pasal tersebut, KY dapat mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

"Jadi, hal ini kami harapkan Komisi Yudisial memerhatikan kami di sini," kata Binsar di PN Jakarta Pusat, Selasa siang.

Binsar meminta KY melakukan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Pasal 20 ayat 1 huruf e agar persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin berjalan lancar.

Laporan AAMI dan PBHI disampaikan agar hakim tidak berpihak dan memimpin persidangan secara adil.  Mereka melaporkan tiga hakim yang menangani perkara Mirna ini terkait dugaan melanggar kode etik hakim, seperti berpihak, berprasangka, mengancam, menyudutkan, memberikan pendapat tentang substansi perkara atau perkara lain, hingga memberikan komentar, pendapat, dan pembenaran secara terbuka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Megapolitan
Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Megapolitan
Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Megapolitan
Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Megapolitan
DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Megapolitan
Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Megapolitan
Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com