JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak Buni Yani mengunggah video pidato Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu pada 6 Oktober 2016 lalu, perbincangan di sebagian besar media sosial seakan didominasi oleh topik seputar dugaan penistaan agama.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif PoliticaWave Yose Rizal, saat berbincang dengan Kompas.com pada Senin (21/11/2016). PoliticaWave merupakan lembaga survei yang melakukan monitoring dan memantau fenomena percakapan di media sosial.
"Dari waktu video itu diunggah sampai sekarang, isu (di media sosial) masih paling besar soal dugaan penistaan agama dan demo, terutama setelah Ahok (sapaan Basuki) ditetapkan sebagai tersangka," kata Yose.
Menurut Yose, saking seringnya topik percakapan itu dibahas setiap hari, perlahan-lahan telah terjadi apa yang dinamakan sebagai polarisasi di media sosial, yakni antara kelompok yang yakin Basuki bersalah dan kelompok yang menganggap Basuki tidak bersalah.
Informasi dan pembicaraan seputar itu turut dijadikan pendukung oleh netizen saat menulis sesuatu di media sosial, seperti kegiatan Basuki hingga rencana demo susulan.
"Netizen sekarang banyak mengutip artikel di website berita tertentu yang semakin menguatkan keyakinan mereka. Sekalipun beritanya dari media abal-abal, bukan media nasional, yang penting beritanya sesuai dengan pendapat mereka. Itu semakin membentuk polarisasi yang disebutkan tadi," tutur Yose.
Dia berpendapat, fenomena ini berdampak buruk terhadap anak muda yang kini semakin intens menerima informasi dari media sosial. (Baca: Tajamnya Medsos Ancaman bagi Bangsa)
Hal itu dikarenakan lebih banyak ujaran kebencian antara satu pihak ke pihak lain yang secara tidak langsung akan mempengaruhi anak muda atau anak-anak yang mengakses media sosial.
"Sangat disayangkan bagi anak-anak di Indonesia, hampir setiap hari mereka terpapar oleh pesan dan contoh yang buruk melalui interaksi di media sosial," ujar Yose.