JAKARTA, KOMPAS.com - Komunitas Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT) bermula ketika masyarakat keturunan Portugis datang ke Jakarta tahun 1661. Dari awal kedatangannya, mereka langsung menetap di daerah Tugu.
Saat itu ada beberapa marga yang datang ke Jakarta, tetapi sekarang hanya tersisa enam karena yang lain tidak ada keturunannya. Famili yang masih ada saat ini adalah Cornelis, Broune, Abrahams, Quiko, Andries, dan Michicls.
"Kami hidup di perkampungan. Dahulu kala kami bercocok tanam, menjala ikan, dan berburu babi. Sehari-hari kami juga bermain keroncong untuk hiburan," ujar Ketua IKBT, Erni Michicls, saat ditemui Kompas.com, pekan lalu.
Erni mengatakan, karena sudah terdidik untuk melestarikan budaya sejak dulu, hingga sekarang pun anggota komunitas masih menjalankan acara-acara kebudayaan.
Selain keroncong, ada beberapa kegiatan budaya lain yang masih dilakukan IKBT. Di antaranya, "Rabu-rabu" dan "Mandi-mandi".
"Rabu-rabu" dilaksanakan setiap tanggal 1 Januari. Di kegiatan tersebut, satu keluarga mengunjungi rumah keluarga lain untuk menjemputnya. Kemudian secara beriringan mereka pergi ke rumah warga lainnya, begitu seterusnya.
Selanjutnya, acara "Mandi-mandi" dilaksanakan seminggu setelah kegiatan rabu-rabu. Di acara mandi-mandi, para anggota komunitas berkumpul untuk beribadah dan berpesta.
"Hubungan kami dengan komunitas yang tidak seiman juga rukun. Jadi, selama ini keadaan komunitas aman-aman saja," ucap Erni. (Baca: Menengok Keroncong Tugu yang Berawal sebagai Musik Pelepas Lelah)
Teroganisir
Komunitas masyarakat Tugu menjadi sebuah kelompok yang terorganisir sejak 1970. Sejak saat itu, terdapat pengurus organisasi seperti ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi bidang lainnya.
Periode kepengurusan berlangsung selama tiga tahun. Pemilihan pengurus dilakukan secara musyawarah oleh anggota komunitas.
"Kami selalu bekerja sama. Ketika ada acara atau ada yang meninggal, semua anggota komunitas ikut membantu," kata Erni.
Komunitas yang beranggotakan sekitar 150 Kartu Keluarga (KK) ini rutin mengadakan pertemuan satu bulan sekali.
Dikenal hingga mancanegara
IKBT pernah diundang menghadiri konferensi Asia Community Porto di Malaka (Malaysia). Di sana mereka bergabung dengan komunitas keturunan Portugis lainnya dari seluruh Asia.
Selain itu, acara "Mandi-mandi" yang mereka adakan juga pernah dihadiri Kedutaan Timor Leste dan orang Malaka.
Orang asing pun memiliki keingintahuan yang besar tentang sejarah masyarakat Tugu. Pernah ada seorang peneliti dari Portugal yang menetap di sana selama setahun untuk menyelami kehidupan dan sejarah warga Tugu. (Baca: Upaya Melestarikan Keroncong Tugu di Kalangan Anak Muda)
Namun, tak hanya orang asing yang tertarik dengan sejarah komunitas tugu. Pernah ada seorang dosen dari Universitas Indonesia yang juga meneliti kehidupan dan sejarah masyarakat Tugu.
Erni pun merasa bersyukur masih banyak yang tertarik meneliti sejarah masyarakat Tugu. Dia juga merasa senang dapat membantu memberikan informasi kepada orang-orang yang ingin meneliti. Harapannya, semakin banyak masyarakat yang tertarik dengan budaya dan sejarah Tugu.