Beberapa bulan lalu bangunan sekolah itu masih digunakan untuk proses belajar-mengajar.
Selain model arsitektur yang berbeda, bangunan sekolah itu punya keunikan lain. Sebagian bagunan sekolah tersebut sudah puluhan tahun dijadikan warga sebagai sebagai hunian.
"Sejak tahun 1958 warga memang sudah di situ. Tetapi yang boleh tinggal hanya orang-tertentu seperti pensiunan guru, pegawai tata usaha, atau penjaga sekolah setempat," kata Ketua RT 02 RW 05, Barsel Silalahi, kepada Kompas.com, Jumat (4/8/2017).
Menurut dia, sebelumnya ada enam sekolah di dalam kawasan seluas 3.853 meter persegi itu.
"Dulu selain ada SMPN 22 dan SD 06, ada juga SDN 07, SMPN 33, SMPN 55, dan SMAN 18," kata Barsel.
Karena ada program renovasi, kegiatan belajar-mengajar siswa SMPN 22 saat ini dipindahkan ke SMP 54, Glodok, Tamansari Jakarta Barat. Sementara siswa SD 04 dipindahkan ke SD 11, Mangga Besar, Jakarta Barat.
Konflik
Kepala Sekolah SMPN 22, Bahrudin mengatakan, keberadaan warga di kawasan sekolah telah menganggu proses belajar-mengajar.
"Bayangkan saja mereka sering memarkir motor di depan ruangan kelas, kemudian menjemur pakaian sembarangan, merokok di lingkungan sekolah, lalu ada yang menyewakan ruko, ada kegiatan angkut gas dan galon," kata Bahrudin.
Ia mengatakan, sudah seharusnya warga angkat kaki dari kawasan tersebut karena program renovasi sekolah sudah masuk dalam APBD 2017.
"Harusnya tahun ini sudah selesai dibangun dan pada 20 Desember 2017 ini sebenarnya harus jadi dan murid sudah bisa bersekolah lagi di tempat ini," kata dia.
Meski demikian, 16 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan tersebut enggan meninggalkan gedung sekolah itu yang telah mereka tempati selama berpuluh-puluh tahun.
"Kami enggak mau rusunawa (rumah susun sederhana sewa) atau rusunami (rumah susun sederhana milik). Kalau mau pindahkan ya berikan rumah gratis," kata seorang warga bernama Klementina Sinura, Kamis kemarin.
Mediasi
Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta beserta jajaran Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta meninjau rencana rehab total gedung sekolah tersebut kemarin. Keributan sempat terjadi saat para wali murid mencoba memasuki kawasan sekolah untuk menyaksikan peninjauan.
Warga yang tinggal di kompels sekolah melarang para wali murid masuk karena merasa acara tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka dan Pemprov DKI.
"Tidak ada yang menyuruh kami kemari. Kami datang karena lihat berita Pak Wali (Kota Jakarta Barat, Anas Effendi) mau datang kok," kata seorang wali murid.
Proses mediasi akhirnya tetap berjalan sesuai rencana. Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi, Ketua Komisi E DPRD DKI Pantas Nainggolan, Kepala Dinas Pendidikan DKI Sopan Adrianto, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Arifin, dan jajaran pemerintah daerah lainnya mengikuti jalannya mediasi.
Warga dan wali murid menyampaikan aspirasi. Para wali murid mengeluhkan tak terjaminnya fasilitas pendidikan di sekolah tersebut apabila sekolah tak segera direnovasi.
Sat menanggapi hal tersebut, Pantas berjanji bahwa tidak akan ada pembangunan sekolah yang mangkrak di Jakarta. "Tidak ada lagi sekolah mangkrak. Ini buat anak bangsa,” kata Pantas.
Berbeda dengan para wali murid, warga yang tinggal di kompkes sekolah itu tak sepakat dengan rencana renovasi yang mengharuskan mereka meninggalkan tempat itu. Mereka mengklaim bukan penghuni liar. Mayoritas orang tua mereka pernah mengabdi di sekolah tersebut.
Namun Pantas mengatakan bahwa renovasi harus tetap dilakukan dengan memperhatikan posisi gedung sebagai bangunan bersejarah yang menjadi aset penting Jakarta. Soal masalah pemukiman, Pemprov DKI bersama DPRD DKI akan mencarikan solusi terbaik.
"Artinya tidak boleh lagi ada di DKI Jakarta terjadi siswa yang luka atau lainnya karena sekolah roboh. Dan, agar terwujud selanjutnya kami akan koordinasikan dengan Pemprov DKI hingga rehab total gedung kuat dan memenuhi rasa keadilan,” kata Pantas.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/04/14233691/konflik-warnai-rencana-rehab-gedung-sekolah-di-pinangsia