Bahkan, iuran bisa saja tetap diambil meski pada 2018 nantinya dana operasional pengurus RT/RW dinaikan.
Asal, kata Premi pungutan itu memenuhi syarat yang tercantum di Pasal 44 Ayat 1 Peraturan Gubernur Nomor 171 Tahun 2016 tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga.
Dalam Pergub itu pembiayaan pelaksanaan kegiatan RT/RW dapat diperoleh dari swadaya penduduk RT/RW, pemerintah, bantuan lain yang sah dan tidak mengikat, dan/atau usaha-usaha lain yang sah.
"Swadaya masih diperkenankan selama diketahui di forum musyarwarah RT/RW. Karena kegiatan ini kan kegiatan kemasyarakatan, lembaga masyarakat dan dari untuk masyarakat. Yang enggak boleh adalah iuran yang tidak dibicarakan," ujar Premi saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (20/11/2017).
Premi mengatakan, bila pungutan tak sesuai dengan syarat Pergub, maka pihak kelurahan dapat memberikan sanksi berupa teguran secara lisan, hingga tertulis.
Adapun mekanisme lainnya adalah pihak RT/RW wajib mengirimkan hasil kesepakatan yang berisi laporan dana iuran yang telah disepakati warga kepada pihak kelurahan setempat.
"Jika tidak ada mekanisme (kesepakatan warga), lurah akan melakukan pembinaan, memberikan teguran lisan lalu dipanggil dulu dan dibina, dan diberikan surat teguran tertulis. Harus melapor ke lurah karena memang ada kewajibannya dalam Pergub," ujar Premi.
Komisi A DPRD DKI Jakarta menyetujui kenaikan dana operasional untuk RT dan RW dalam rapat Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2018. Kenaikan dana ini akan mulai berlaku 2018.
Dana operasional RT yang sebelumnya Rp 1,5 juta per bulan menjadi Rp 2 juta per bulan, sedangkan dana operasional RW yang sebelumnya sebesar Rp 2 juta per bulan menjadi Rp 2,5 juta per bulan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/11/21/05545551/dana-operasional-naik-masih-bolehkah-rtrw-pungut-iuran-warga