Konedi, pengurus RW 17, Penjaringan, mengatakan bahwa sejumlah warga mendukung rencana relokasi tersebut. Namun, warga meminta lokasi rusun tidak terlalu jauh dan warga bisa melakukan aktivitas perdagangan di dalam rusun.
"Kalau pindah ke rusun, masyarakat takut kehilangan mata pencahariannya. Makanya lokasi jangan terlalu jauh dari sini dan disediakan juga tempat untuk warga berdagang," kata Konedi saat ditemui Kompas.com, Rabu (14/2/2018).
Sejumlah warga RW 17, Penjaringan, memang membuka lapak dagangan di depan rumah mereka. Dagangan bermacam-macam, dari toko kelontong, warung makan, hingga sayur-mayur.
Pernyataan Konedi diamini Khodijah, warga lainnya.
"Kalau saya di rusun tapi gak bisa berdagang repot, Dek. Saya dari dulu kan sudah berdagang, kalau nggak bisa berdagang saya yang nggak makan. Sekarang saja sudah susah," katanya.
Khodijah juga berharap lansia seperti dirinya tidak ditempatkan di lantai atas rusun.
"Kalau di lantai atas emoh pindah ke rusun. Saya saja jarang nengok anak yang di rusun karena capek," kata dia.
Konedi juga menjelaskan warga RW 17 Penjaringan ingin mendapat jaminan bahwa mereka tidak akan diusir dari rusun yang mereka tempati kelak.
"Yang sudah-sudah kan kalau nunggak berapa bulan langsung diusir. Kalau diusir kan mereka nggak punya tempat tinggal lagi. Orang kecil lho ini. Makanya saya harap pemerintah bisa jaminlah supaya mereka tidak diusir," kata Konedi.
Konedi menyebut poin-poin di atas merupakan faktor yang kerap membuat warga enggan pindah ke rusun. Ia berharap pemerintah dapat melakukan sosialisasi dan dialog sebelum melakukan relokasi.
"Sebaiknya pemerintah dari camat atau lurah turunlah ke masyarakat. Warga sudah tenang lama nggak ada isu relokasi, jangan sampai warga kaget kalau tiba-tiba direlokasi," kata Konedi.
Sejumlah warga yang lain menyambut baik wacana penataan kampung tersebut. Salah satu poin penataan yang paling dinantikan warga adalah penataan sanitasi atau kebersihan lingkungan.
Sejumlah warga menilai kebersihan atau sanitasi di lingkungan mereka merupakan masalah utama. Sanitasi yang buruk menyebabkan lingkungan tersebut kerap banjir. Saluran air di kawasan itu tersumbat.
Sampah yang menumpuk membuat air berubah warna jadi hitam pekat dan beraroma tidak sedap.
"Itu kalinya emang bau banget, nggak pernah ada yang beresin," kata Deni, warga setempat.
Konedi menjelaskan sejumlah saluran air di perkampungan tersebut tersumbat karena dipenuhi sampah yang berasal dari rumah-rumah warga.
"Rumah-rumah warga ini kan banyak yang berdiri di atas kali. Nah, sampahnya langsung mereka buang ke bawah. Sampah itu pun umurnya bukan 1-2 hari, sudah tahunan bahkan puluhan tahun," kata dia.
Konedi menuturkan warga RW 17 Penjaringan sebenarnya sudah cukup rajin mengadakan kegiatan kerja bakti untuk membersihkan lingkungannya. Namun, upaya tersebut belum efektif.
Menurut dia, mustahil membereskan sampah tersebut hanya menggunakan tangan kosong.
"Satu-satunya cara ya mesti pakai alat berat yang artinya rumah warga juga harus ikut dibongkar," katanya.
Selasa lalu, Sandiaga mengatakan akan menata kawasan RW 17 Penjaringan dan memindahkan warganya ke rumah susun.
"Selama ini penataan warga dipindahkan ke rusun yang jauh dari tempat tinggal mereka, tapi kalau di sini warga dibangunkan rusun yang memang ada di tempat mereka. Jadi mereka nggak kecabut dari ekosistemnya," kata Sandiaga.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/15/08515741/apa-kata-warga-rw-17-penjaringan-soal-rencana-relokasi